Pemprov DKI Ingatkan Bahaya Covid-19 Varian Delta Plus

JagatBisnis.com – Pemerintah DKI Jakarta meminta masyarakat waspada dan hati-hati ihwal adanya kemunculan mutasi subtipe varian baru Delta Covid-19, AY.4.2 atau Delta Plus. Varian ini dinilai lebih berbahaya dan telah menyerang India, Inggris, dan Rusia. Subvarian ini disinyalir menjadi penyebab lonjakan angka kasus di negara-negara tersebut.

“Kami meminta semuanya berhati-hati, masa pandemi ini belum selesai, kami masih harus bekerja keras, berjuang bersama kompak bersama-sama,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria baru ini.

Menurut Riza, potensi penularan Covid-19 dari berbagai mutasi atau varian akan makin tinggi seiring dengan meningkatnya interaksi masyarakat. Apalagi saat ini dilakukan pelonggaran-pelonggaran kegiatan masyarakat selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 2, hingga 1 November 2021.

Baca Juga :   Kemenkes: Varian Turunan Delta di Indonesia Serupa di Singapura

Dia mengimbau masyarakat untuk tetap melaksanakan protokol kesehatan secara patuh, taat, berdisiplin, dan bertanggung jawab. “Harus bisa menahan diri, jangan anggap enteng dan tidak boleh kendur,” kata Riza.

Seperti dikutip Antara, Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), Jumat kemarin, menetapkan subvarian Delta atau Delta AY.4.2 sebagai varian dalam penyelidikan (VUI) pada 20 Oktober 2021 dan resmi dinamai VUI-21OCT-01.

UKHSA mengatakan penetapan itu dibuat lantaran subvarian tersebut menjadi semakin sering ditemukan di Inggris dalam beberapa bulan terakhir. Ada sejumlah bukti awal bahwa mutasi itu mungkin memiliki tingkat perkembangan yang tinggi di Inggris ketimbang Delta.

Hingga 20 Oktober, tercatat 15.120 kasus terkonfirmasi subvarian Delta di Inggris sejak pertama kali ditemukan pada Juli. Subvarian tersebut menyumbang sekitar enam persen dari total kasus selama sepekan terakhir. Kasus dikonfirmasi lewat pengurutan genom di sembilan kawasan Inggris.

Baca Juga :   Indonesia Klaim Sukses Jinakkan Covid-19 Varian Delta

UKHSA masih mengawasi secara cermat, meski varian Delta versi asli masih sangat dominan di Inggris, yakni hampir 99,8 persen dari total kasus. “Virus kerap bermutasi secara acak, dan tidak disangka bahwa varian-varian baru akan terus muncul selama pandemi berlangsung, terutama saat angka kasus masih tinggi,” kata CEO UKHSA, Jenny Harries.

Sebelumnya, Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ngabila Salama, mengatakan Covid-19 varian Delta telah bermutasi hingga 24 jenis.

“Varian mutasi virus yang berbahaya, seperti Delta dan anak-anaknya, sekarang sudah ada 24 jenis,” ujarnya. Namun Ngabila tidak menjelaskan secara detail mutasi tersebut terjadi di mana.

Baca Juga :   Menkeu Sebut RI Cepat Pulih dari Varian Delta Dibanding Negara Lain

Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Universitas Airlangga (Unair), Chairul Anwar Nidom, mencatat sudah ada 86 mutasi varian Delta secara global. “Mungkin juga termasuk subvarian Delta yang dimaksud oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta itu. Sayangnya, informasinya tidak lengkap,” kata dia.

Mutasi biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan virus itu dalam membaca kesalahan saat bereplikasi atau yang dikenal dengan istilah proof reading. Dengan demikian, kata Ketua Tim Laboratorium Profesor Nidom Foundation (PNF) itu, adanya mutasi selalu dikaji keterkaitannya dengan fungsi biologis atau sekadar “kontaminasi”. Namun, sebaliknya, Covid-19 mampu membaca kesalahan tersebut. (pia)

MIXADVERT JASAPRO