JagatBisnis.com – Industri keramik nasional mencatat kinerja positif sepanjang paruh pertama 2025. Berdasarkan data dari Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), rata-rata tingkat utilisasi pabrik keramik nasional mencapai 70%–71% pada semester I-2025, meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya berada di level 60%.
Peningkatan utilisasi ini berdampak langsung pada naiknya volume produksi keramik nasional. Asaki memperkirakan total produksi mencapai sekitar 218 juta meter persegi (m²), naik 16,5% dibanding semester I-2024 yang sebesar 187 juta m².
Kebijakan Protektif Dongkrak Kinerja
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, menyebut lonjakan utilisasi dan produksi ini didorong oleh sejumlah kebijakan strategis pemerintah, seperti penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, dan perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
“Kebijakan tersebut berhasil meredam serbuan impor keramik, terutama dari Tiongkok. Ini membuka ruang bagi produsen dalam negeri untuk mengisi pasar yang sebelumnya dipenuhi produk asing,” ungkap Edy.
Permintaan Masih Stagnan
Namun, meskipun produksi meningkat, permintaan keramik di pasar domestik belum menunjukkan pertumbuhan signifikan. Edy menyebut, lemahnya daya beli masyarakat, lesunya sektor properti, dan lambatnya realisasi proyek pemerintah membuat permintaan masih cenderung stagnan.
Akibatnya, tingkat utilisasi masih belum mencapai target Asaki di angka 75% pada semester pertama.
Tantangan Harga Gas dan Impor dari India
Edy juga menyoroti tantangan besar dari sisi produksi, yaitu tingginya biaya tambahan (surcharge) gas industri, meskipun industri keramik telah menjadi salah satu penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Biaya tambahan ini bahkan bisa mencapai US$ 9,26–US$ 16,77 per MMBTU, jauh di atas harga yang ditetapkan pemerintah.
“Jika tantangan ini tidak segera diselesaikan, maka hasil dari perlindungan seperti BMAD dan BMTP bisa terdistorsi akibat tingginya biaya produksi,” ujarnya.
Dari sisi pasar, industri juga dihadapkan pada ancaman lonjakan impor keramik dari India, yang naik hingga 150% dalam periode Januari–April 2025. Hal ini terjadi akibat kelebihan pasokan di India serta pengalihan pasar ekspor dari India ke Indonesia karena perang tarif dengan Amerika Serikat.
Harapan di Semester II: Program 3 Juta Rumah
Kendati dihadapkan pada tantangan, Asaki tetap optimistis. Edy menilai bahwa program pemerintah untuk membangun 3 juta rumah menjadi harapan utama. Jika program ini terealisasi sebagian saja, misalnya 1 juta rumah pada semester II, maka utilisasi industri bisa terdongkrak hingga 5%.
“Asalkan program tersebut berjalan, kami optimistis utilisasi bisa naik ke level 75%–85% pada semester kedua,” kata Edy.
Secara historis, permintaan keramik juga cenderung meningkat pada semester II, seiring mulai bergeraknya proyek properti, renovasi rumah, serta aktivitas konstruksi yang kembali aktif pasca libur panjang. (Zan)