JagatBisnis.com – Transisi menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mendorong geliat industri manufaktur panel surya di Indonesia. Beberapa pabrik berskala besar mulai beroperasi untuk menjawab permintaan proyek EBT berbasis tenaga surya yang semakin meningkat.
Grup Sinar Mas melalui PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) resmi meresmikan pabrik panel surya terintegrasi di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah. Pabrik ini merupakan hasil joint venture dengan mitra strategis Trina Solar dan PT PLN Indonesia Power Renewables.
Pabrik yang dimiliki oleh PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI) ini memiliki kapasitas produksi awal 1 Gigawatt (GW) per tahun, dan akan meningkat hingga 3 GW pada 2030. Panel surya yang dihasilkan memiliki daya hingga 720 watt peak (Wp) per unit, menjadikannya salah satu yang terbesar dan paling efisien di Asia.
Wakil Presiden Direktur DSSA, Lokita Prasetya, menegaskan bahwa pabrik ini menjadi kunci untuk memenuhi kebutuhan domestik sekaligus memperkuat rantai pasok nasional dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 41%. Investasi pabrik ini mencapai lebih dari Rp 1,5 triliun, sekaligus mengurangi ketergantungan impor panel surya dari negara seperti China, Malaysia, dan Vietnam.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menambahkan bahwa pengembangan industri panel surya dalam negeri akan membentuk ekosistem industri yang lebih kuat, termasuk percepatan hilirisasi pasir silika sebagai bahan baku utama. Indonesia memiliki cadangan pasir silika sangat besar yang jika diolah secara optimal, bisa meningkatkan nilai tambah hingga 25 kali lipat.
Selain itu, Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) bersama LONGi Green Technology juga meluncurkan proyek pabrik manufaktur panel surya di Deltamas, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi 1,4 GW per tahun. Proyek ini akan memperkuat kapasitas produksi nasional hingga sekitar 3 GWp, mendukung target pemerintah untuk membangun 300-400 GWp pembangkit listrik tenaga surya hingga 2060.
CEO Pertamina NRE, John Anis, menyatakan bahwa pengembangan kapasitas manufaktur lokal bertujuan memperkuat rantai pasok, menurunkan biaya produksi, dan menciptakan lapangan kerja hijau dengan keahlian tinggi.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI), Yohanes P. Widjaja, mengungkapkan harapannya agar produksi lokal yang meningkat dapat mempercepat pelaksanaan proyek PLTS dan membuat biaya investasi menjadi lebih kompetitif. Hal ini diperkirakan akan mendorong minat investor pada proyek PLTS dan berdampak positif pada industri peralatan listrik nasional.
Dengan hadirnya pabrik panel surya berskala besar dan geliat proyek PLTS, Indonesia semakin memperkuat langkah transisi energi sekaligus menguatkan industri dalam negeri di sektor energi terbarukan. (Zan)