Ekbis  

Prospek Kinerja PT Harum Energy Tbk (HRUM) Dipengaruhi Permintaan Nikel dan Ekspansi Bisnis

Prospek Kinerja PT Harum Energy Tbk (HRUM) Dipengaruhi Permintaan Nikel dan Ekspansi Bisnis. foto dok harumenergy.com

JagatBisnis.com – Prospek kinerja PT Harum Energy Tbk (HRUM) pada 2025 masih diliputi ketidakpastian, terutama terkait dengan lesunya permintaan nikel. Analis menantikan lebih lanjut ekspansi perusahaan di segmen bisnis nikel dan rencana buyback saham hingga Rp 1 triliun.

Menurut Rizkia Darmawan, analis Mirae Asset Sekuritas, prospek kinerja HRUM akan sangat bergantung pada volume produksi dan penjualan batubara dan nikel. Peningkatan harga jual diperkirakan masih terbatas, sementara biaya juga tergantung pada harga bijih nikel.

Permintaan Batubara dan Nikel

Rizkia mencatat bahwa permintaan batubara di China secara agregat masih diperkirakan tumbuh, namun fokusnya lebih pada batubara dengan nilai kalori tinggi. Selain itu, batubara juga akan dipengaruhi oleh output energi dari sumber selain batubara seperti hydropower. Permintaan dari India diharapkan tetap baik, sementara negara-negara Asia Tenggara juga diprediksi akan mengalami pertumbuhan permintaan yang cukup signifikan seiring dengan kebutuhan energi dan peningkatan aktivitas manufaktur.

Namun, harga nikel diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan bijih nikel serta produk turunannya. Mirae Asset Sekuritas memproyeksikan harga nikel akan bergerak datar (sideways) sepanjang 2025, mengingat permintaan dari China diperkirakan belum pulih sepenuhnya.

Baca Juga :   Pendapatan Harum Energy Terdongkrak Kontribusi Segmen Nikel, Tapi Laba Bersih Turun

Peluang Pertumbuhan Batubara dan Tantangan Nikel

Analis Samuel Sekuritas, Farras Farhan, melihat adanya peluang pertumbuhan bagi HRUM dari potensi kenaikan permintaan batubara di kuartal pertama 2025, terutama akibat faktor musiman seperti restocking untuk musim dingin dan perayaan Tahun Baru Cina. Diperkirakan penjualan batubara akan terus tumbuh dengan rata-rata kenaikan tahunan (CAGR) sebesar 4,9% dalam tiga tahun ke depan, didorong oleh permintaan yang kuat dari India.

Namun, Farras juga mencatat tantangan besar bagi HRUM, terutama terkait dengan peralihan sektor kendaraan listrik (EV) ke baterai LFP yang tidak berbasis nikel. Perubahan ini berpotensi menekan permintaan nikel di masa depan dan berdampak negatif bagi emiten tambang nikel seperti HRUM. Faktor-faktor lain, seperti perang dagang AS-China, stimulus ekonomi global yang lebih rendah dari perkiraan, dan transisi kendaraan listrik yang lambat, akan memberikan tekanan pada permintaan nikel.

Harga Nikel dan Proyeksi 2025

Pada 2024, harga rata-rata nikel tercatat mencapai US$ 16.818 per ton, sedikit di bawah proyeksi sebelumnya. Untuk 2025, target harga nikel direvisi turun menjadi US$ 15.000 per ton, turun sekitar 12,1% dibandingkan tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh kondisi global dan dinamika pasokan serta permintaan yang tidak stabil.

Baca Juga :   Harum Energy (HRUM) Fokus pada Ekspansi Bisnis Nikel, Meski Laba Bersih Menurun

HRUM juga akan fokus pada pengembangan operasi penambangan bijih nikel di anak perusahaan PT Position dan penyelesaian konstruksi proyek High Pressure Acid Leach (HPAL) di PT Blue Sparking Energy (BSE) pada 2025.

Kebijakan ESDM dan Dampaknya pada HRUM

Analis Indo Premier Sekuritas, Ryan Winipta, menyoroti penguatan harga nikel LME yang mencapai US$ 16.000 per ton seiring dengan komentar dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berencana memangkas setengah dari kuota bijih nikel di 2025. Namun, kabar terbaru menunjukkan bahwa ESDM tidak akan memotong kuota bijih nikel, yang merupakan kabar baik bagi industri nikel.

Ryan juga mencatat bahwa pembatalan potensi kenaikan tarif royalti untuk bijih nikel dari 10% menjadi 15% merupakan angin segar bagi industri nikel, termasuk HRUM, yang diperkirakan hanya akan terdampak sedikit dari perubahan tersebut.

Baca Juga :   HRUM Targetkan Produksi Bijih Nikel Sebelum Akhir 2024, Fokus pada Diversifikasi Bisnis

Rekomendasi Analis untuk HRUM

Analis CGS Internasional Sekuritas, Jacquelin Hamdani, menurunkan proyeksi harga nikel LME dan NPI untuk 2025-2026 masing-masing sebesar 4%-5%, menjadi US$ 17.000 per ton dan US$ 12.000 per ton. Dengan asumsi harga nikel yang lemah dan pasar bijih nikel yang semakin ketat, Jacquelin lebih memilih perusahaan dengan sumber bijih nikel yang cukup serta proyek-proyek yang sudah berjalan, daripada yang masih dalam tahap pembangunan smelter.

Jacquelin dan Farras memberikan rekomendasi Hold untuk HRUM dengan target harga masing-masing Rp 1.010 per saham dan Rp 1.450 per saham. Sementara itu, Farras menyarankan Sell untuk HRUM dengan target harga Rp 1.100 per saham. Rizkia dari Mirae Asset Sekuritas masih mempertimbangkan lebih lanjut rekomendasi dan target harga HRUM.

Sebagai tambahan, pasar juga menantikan langkah buyback saham HRUM yang direncanakan dengan anggaran hingga Rp 1 triliun, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap harga saham dan kinerja perusahaan. (Zan)