JagatBisnis.com – Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 bertujuan untuk mengurangi pemborosan anggaran melalui pemangkasan belanja operasional dan non-operasional pemerintah, seperti perjalanan dinas, pembangunan infrastruktur, dan pengadaan peralatan. Namun, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran, terutama bagi sektor-sektor yang sangat bergantung pada kegiatan pemerintah, salah satunya adalah industri hotel dan restoran.
Dampak Langsung pada Sektor Hotel dan Restoran
Maulana Yusran, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), menyatakan bahwa pemangkasan anggaran pada 2024 sudah mulai terasa dampaknya, meskipun belum sepenuhnya tercatat dalam data pertumbuhan sektor ini. Pembatalan berbagai kegiatan pemerintah dan pengurangan anggaran perjalanan dinas telah menyebabkan penurunan okupansi hotel dan penurunan transaksi di restoran. Banyak kegiatan seperti seminar, konferensi, dan acara lainnya yang biasa diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa dibatalkan atau dikurangi, yang berimbas pada pendapatan hotel dan restoran.
Kontribusi sektor pemerintah terhadap pendapatan hotel dan restoran bisa mencapai 40-60%, bahkan lebih tinggi di daerah-daerah kurang berkembang. Di luar Pulau Jawa, di mana banyak daerah sangat bergantung pada kegiatan pemerintah untuk perekonomian lokal, kebijakan ini berpotensi menyebabkan penurunan okupansi hotel hingga 20% atau lebih.
Dampak pada Ekonomi Daerah
Sebagian besar daerah di Indonesia sangat bergantung pada pergerakan orang yang didorong oleh kegiatan pemerintah. Sektor-sektor seperti UMKM, kuliner, transportasi, dan barang-barang konsumsi lainnya juga merasakan dampak dari pembatasan kegiatan pemerintah. Sebagai contoh, Palangkaraya yang sangat bergantung pada kontribusi kegiatan pemerintah diperkirakan 70% dari perekonomiannya akan terganggu tanpa adanya kegiatan tersebut.
Tantangan dan Langkah Efisiensi di Sektor Hotel dan Restoran
Hotel dan restoran yang biasanya mengandalkan kegiatan pemerintah untuk menggerakkan ekonomi daerah terpaksa akan melakukan efisiensi besar-besaran, termasuk pengurangan sumber daya manusia (SDM) dan efisiensi operasional. Namun, jika pasar tidak bergerak, dampaknya bisa sangat merugikan dan memaksa banyak hotel dan restoran untuk tutup.
PHRI Mengusulkan Solusi
PHRI menyadari niat baik pemerintah untuk menghemat anggaran, namun mereka berharap kebijakan efisiensi ini tidak merugikan sektor-sektor vital yang berperan penting dalam perekonomian daerah. PHRI mengusulkan agar kebijakan efisiensi difokuskan pada pengurangan kebocoran anggaran dan bukan pembatasan kegiatan yang sebenarnya merupakan stimulus ekonomi bagi banyak daerah.
Maulana berharap agar kegiatan pemerintah, seperti perjalanan dinas dan acara yang melibatkan hotel dan restoran, dipahami sebagai stimulus ekonomi yang sangat dibutuhkan daerah, bukan hanya sebagai pengeluaran semata. Pemerintah diminta untuk lebih bijaksana dalam mempertimbangkan kebijakan yang dapat menjaga keberlangsungan ekonomi daerah dan tidak justru memperburuk kondisi sektor-sektor yang bergantung pada kegiatan pemerintah.
PHRI berharap kebijakan ini dapat ditinjau kembali untuk memastikan bahwa sektor-sektor yang mendukung perekonomian daerah tetap mendapat perhatian, sembari tetap menjaga efisiensi anggaran negara. (Zan)