Ekbis  

Kinerja PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) Terancam Penurunan Penjualan iPhone 16 di Akhir 2024

Kinerja PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) Terancam Penurunan Penjualan iPhone 16 di Akhir 2024. foto dok mall.theparksolo.com

JagatBisnis.com – Kinerja PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) diprediksi mengalami hambatan di akhir tahun 2024 seiring dengan adanya pelarangan penjualan iPhone 16 di Indonesia. Penurunan ini terutama diperkirakan terjadi pada segmen penjualan ponsel, yang menjadi salah satu kontributor utama pendapatan ERAA. Namun, perusahaan berharap bahwa kontribusi dari segmen bisnis lainnya dapat membantu mempertahankan kinerja positif mereka.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, menyebutkan bahwa pelarangan penjualan iPhone 16 akan berdampak negatif terhadap kinerja ERAA, khususnya di kuartal terakhir tahun ini. Apple, yang memiliki pangsa pasar besar di segmen ponsel premium, selalu menjadi pendorong utama penjualan di akhir tahun dengan peluncuran model terbaru.

“Penundaan atau pelarangan penjualan iPhone 16 dapat menekan kinerja penjualan di kuartal IV-2024. Meski demikian, ERAA bisa mengandalkan diversifikasi produk lain untuk mengurangi ketergantungan pada iPhone,” kata Arinda, dalam rilis pada Selasa, 19 November.

Meskipun iPhone 16 belum bisa dijual, ERAA masih memiliki produk andalan lain, termasuk ponsel flagship Android yang lebih kompetitif, untuk mengimbangi ketergantungan pada produk Apple. Segmen ponsel kelas menengah bawah, yang menjadi andalan ERAA, tetap diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan. Selain itu, program cicilan 12 hingga 24 bulan dengan suku bunga 0% juga menjadi daya tarik bagi konsumen, membuat produk ERAA tetap terjangkau.

Baca Juga :   Kinerja Keuangan PT Erajaya Swasembada (ERAA) Kuartal III 2024

Diversifikasi Segmen dan Peningkatan Penjualan di Sektor Lain

Walaupun penjualan ponsel mengalami penurunan dari Rp 13,55 triliun pada kuartal kedua 2024 menjadi Rp 12,28 triliun di kuartal ketiga, segmen bisnis lain mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Penjualan aksesoris, seperti earbud dan smartwatch, naik dari Rp 1,9 triliun menjadi Rp 2,1 triliun. Segmen komputer juga menunjukkan pertumbuhan, dari Rp 592 miliar menjadi Rp 735 miliar, sementara produk operator naik sedikit dari Rp 346 miliar menjadi Rp 350 miliar.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun segmen ponsel menghadapi tantangan, ERAA tetap memiliki keberagaman produk yang dapat membantu menstabilkan kinerja mereka. ERAA juga dikenal memiliki jaringan gerai offline yang luas di Indonesia, yang menjadi salah satu keunggulannya. Meskipun harga produk di toko fisik lebih tinggi dibandingkan e-commerce, banyak konsumen Indonesia yang tetap lebih memilih pengalaman berbelanja langsung di gerai.

Baca Juga :   Erajaya Swasembada Terus Ekspansi Gerai dan Luncurkan Rebranding Erafone

“Kehadiran toko offline ERAA mendorong minat masyarakat untuk berbelanja, meskipun harga lebih tinggi dibandingkan di platform e-commerce,” tambah Arinda.

Prospek dan Tantangan yang Dihadapi ERAA

Laba bersih ERAA pada kuartal III-2024 tercatat mencapai Rp 267,6 miliar, yang melesat 639,8% YoY, dan total laba bersih mencapai Rp 791,2 miliar, naik 59,9% YoY. Meskipun demikian, penurunan penjualan iPhone 16 di kuartal keempat 2024 berpotensi mengurangi hasil yang lebih tinggi di akhir tahun ini. Ciptadana Sekuritas memproyeksikan ERAA akan mencapai penjualan sekitar Rp 67,85 triliun dan laba bersih Rp 951 miliar pada 2024.

Baca Juga :   Fokus Pertumbuhan ERAA: Ekspansi Toko dan Kinerja Positif di Kuartal I-2024

Alif Ihsanario, analis Ciptadana Sekuritas, menyebutkan bahwa penundaan peluncuran iPhone 16 bisa menyebabkan penurunan penjualan di kuartal IV-2024, meskipun pada jangka panjang, hal ini bisa memberikan keuntungan bagi ERAA pada awal 2025. Mengingat sejarah penundaan peluncuran iPhone sebelumnya, penurunan penjualan di kuartal IV-2016 yang disebabkan oleh penundaan iPhone 7 menjadi contoh yang patut diwaspadai.

Peluang dan Rekomendasi untuk ERAA

Meskipun tantangan di kuartal terakhir 2024, ERAA tetap memiliki prospek yang cerah. Alif mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga Rp 520 per saham, sementara Arinda memberikan target harga Rp 510 per saham. Namun, kedua analis mengingatkan bahwa depresiasi rupiah dan suku bunga yang tinggi dapat menekan margin keuntungan ERAA, serta melemahkan daya beli konsumen, khususnya untuk produk premium.

Kedepannya, ERAA akan tetap mengandalkan diversifikasi produk dan jaringan distribusi yang luas untuk mengoptimalkan kinerja di tengah tantangan yang ada. (Mhd)