Ekbis  

Harga Logam Industri Naik di Tengah Ketidakpastian Global, Tapi Risiko Masih Membayangi

Harga Logam Industri Naik di Tengah Ketidakpastian Global, Tapi Risiko Masih Membayangi

JagatBisnis.com – Di tengah bayang-bayang ketidakpastian ekonomi global, harga logam industri justru menunjukkan tren kenaikan yang cukup solid. Komoditas seperti aluminium, timah, dan nikel mencatat penguatan dalam sepekan terakhir, didorong oleh optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi serta gangguan pasokan di sejumlah wilayah kunci.

Berdasarkan data dari Trading Economics, harga aluminium naik 2,14% ke level US$ 2.598,8 per ton pada penutupan perdagangan Jumat (27/6). Harga timah melesat 4,21% ke US$ 33.794 per ton, sedangkan nikel naik 1,43% ke level US$ 15.230 per ton.

Menurut Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, kenaikan ini didorong oleh sentimen positif dari sektor manufaktur dan konstruksi, khususnya di negara-negara konsumen utama. Ia juga mencatat adanya gangguan pasokan yang mempersempit ketersediaan bahan baku, sehingga turut mendorong harga naik.

“Momentum kenaikan logam industri kemungkinan masih akan berlanjut hingga akhir tahun, meski lajunya akan berbeda-beda tergantung komoditasnya,” ujar Sutopo.

Aluminium, misalnya, mendapat dukungan dari permintaan stabil sektor otomotif dan konstruksi, sementara kendala pasokan dari produsen utama turut memperkuat harganya. Di sisi lain, nikel mendapat dorongan dari meningkatnya permintaan industri baterai kendaraan listrik. Timah juga mencatat permintaan yang konsisten dari sektor elektronik, meski pasokannya masih relatif terbatas.

Namun demikian, analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengingatkan bahwa tren kenaikan ini belum sepenuhnya solid dan masih bersifat spekulatif. Menurutnya, masa penundaan tarif impor Amerika Serikat yang akan segera berakhir menjadi faktor risiko utama yang bisa memicu pembalikan arah harga.

“Fokus investor minggu depan akan tertuju pada kebijakan tarif yang berpotensi memicu ketidakpastian baru di pasar komoditas,” ujarnya.

Lukman juga menyoroti adanya pergerakan kontras dengan logam mulia. Sementara logam semi-industri seperti perak dan platinum masih naik berkat permintaan industri, harga emas justru terkoreksi. Ia menilai penurunan ini sebagai bagian dari konsolidasi setelah lonjakan harga emas tahun lalu.

Ke depan, prospek logam industri tetap bergantung pada dinamika ekonomi global. Sutopo memperkirakan harga aluminium bisa menembus kisaran US$ 2.800 per ton hingga akhir 2025. Timah diperkirakan bergerak di rentang US$ 33.000 – US$ 34.500 per ton, sedangkan nikel diprediksi berada di kisaran US$ 16.000 – US$ 17.500 per ton.

Sementara itu, Lukman memperkirakan skenario yang lebih konservatif, dengan harga aluminium di kisaran US$ 2.300 per ton, timah US$ 30.000 – US$ 32.000 per ton, dan nikel antara US$ 15.000 – US$ 15.500 per ton hingga akhir 2025. (Mhd)