JagatBisnis.com – Setelah Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menetapkan Harga Acuan Penjualan (HAP) ayam ras hidup (livebird) sebesar Rp 18.000 per kilogram di tingkat peternak, harga daging ayam di pasar ritel pun mulai menunjukkan tren kenaikan.
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Sugeng Wahyudi, menyampaikan bahwa perubahan harga ini terjadi karena konsumen telah terbiasa dengan harga ayam yang relatif rendah. Kondisi tersebut membuat masyarakat membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan harga yang baru.
“Dua sampai tiga minggu lalu, harga daging ayam di pasar tradisional wilayah Bogor hanya sekitar Rp 26.000 per kilogram. Sekarang sudah menuju ke angka Rp 30.000 per kilogram,” ujar Sugeng, Minggu (29/6). “Harga ini tentu naik, dan memang harus naik, agar peternak kecil hingga menengah tidak terus merugi.”
Ia menambahkan, meskipun harga mengalami kenaikan, permintaan daging ayam masih cukup stabil. Konsumen dinilai mulai bisa menyesuaikan dengan kondisi pasar, apalagi didukung oleh momentum libur sekolah yang biasanya meningkatkan konsumsi rumah tangga.
“Daya beli masyarakat memang sempat menurun, tapi sifatnya sementara. Saat liburan sekolah, biasanya konsumsi naik karena masyarakat bepergian atau berlibur, dan kebutuhan konsumsi protein juga meningkat,” jelasnya.
Sugeng juga menyampaikan bahwa harga ayam hidup kini sudah mulai stabil di berbagai daerah. Di Jawa Barat dan Jawa Timur, harga ayam hidup di tingkat peternak bahkan sudah mencapai Rp 18.500 per kilogram. Sementara di Jawa Tengah, masih sesuai HAP yang ditetapkan, yakni Rp 18.000 per kilogram.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Nasional, harga eceran daging ayam ras secara nasional berada di kisaran Rp 40.000 per kilogram. Namun, harga aktual di beberapa provinsi masih lebih rendah. Di Jawa Timur, harga tercatat sekitar Rp 31.856 per kilogram, Jawa Tengah Rp 33.964, DKI Jakarta Rp 38.000, dan Jawa Barat Rp 34.791 per kilogram.
Kenaikan harga ini dinilai sebagai langkah positif untuk menjaga keberlangsungan usaha peternak mandiri. Namun demikian, tantangan tetap ada: menyeimbangkan harga yang layak bagi peternak dengan keterjangkauan harga bagi konsumen. (Mhd)