Ekbis  

Krisis Cadangan Batubara Kalori Tinggi, Industri dan Pemerintah Diminta Bersiap Hadapi Tantangan

Krisis Cadangan Batubara Kalori Tinggi, Industri dan Pemerintah Diminta Bersiap Hadapi Tantangan

JagatBisnis.com – Cadangan batubara kalori tinggi di Indonesia semakin menipis. Jenis batubara ini—yang memiliki nilai kalor di atas 6.000 kkal/kg GAR (Gross As Received) atau tergolong sebagai batubara kualitas I—merupakan sumber energi primer penting, terutama untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pasar ekspor.

Namun, menurut Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, ketersediaan cadangan batubara kalori tinggi saat ini sangat terbatas, jauh dibandingkan batubara kalori rendah yang justru mendominasi total cadangan nasional.

“Sebagian besar cadangan batubara Indonesia merupakan jenis kalori rendah. Cadangan kalori tinggi saat ini hanya sekitar 5% dari total,” ujar Hendra.

Pergeseran Permintaan Global

Meski cadangan batubara kalori tinggi semakin langka, Hendra mencatat adanya pergeseran permintaan dari pasar global dalam dua dekade terakhir. Negara-negara seperti China dan India, meski merupakan produsen batubara kalori tinggi, kini cenderung mengimpor batubara kalori menengah dan rendah dengan kandungan sulfur rendah.

Hal ini membuka peluang bagi Indonesia yang saat ini menjadi eksportir utama batubara kalori rendah dan menengah.

Data Kementerian ESDM dan BP Statistical Review 2023 menunjukkan:

  • 65% dari total cadangan batubara Indonesia (sekitar 31,71 miliar ton) adalah batubara kalori rendah (Lignite & Sub-Bituminous) dengan kalor <5.100 kcal/kg adb.

  • Hanya 5% cadangan berupa batubara kalori tinggi (≥6.000 kcal/kg GAR).

  • Sumber daya batubara nasional (yang belum digali) diperkirakan mencapai 97,29 miliar ton.

Dampak Ekonomi: Potensi Penurunan Ekspor & PNBP

Bisman Bachtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), menyoroti dampak langsung dari berkurangnya cadangan batubara kalori tinggi, terutama terhadap ekspor dan penerimaan negara.

“Batubara kalori tinggi punya nilai jual tinggi dan menjadi tulang punggung ekspor. Penurunan cadangan tentu akan berdampak pada penerimaan negara,” jelasnya.

Untuk diketahui, sektor pertambangan batubara menjadi kontributor terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kementerian ESDM. Pada 2024, PNBP minerba mencapai Rp 140,46 triliun atau 123,71% dari target, dengan 75–85% disumbang oleh subsektor batubara.

Pemerintah Dorong Eksplorasi, Tapi Tantangan Menanti

Pemerintah melalui Kementerian ESDM menyadari urgensi krisis ini. Surya Herjuna, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba, menyatakan strategi pemerintah mencakup:

  • Mendorong eksplorasi untuk menemukan cadangan baru

  • Mengoptimalkan nilai ekonomi batubara kalori rendah

“Kami ingin pastikan batubara, meskipun kalori rendah, tetap punya nilai ekonomi yang tinggi untuk PLTU, industri semen, pupuk, dan lainnya,” ujar Surya.

Namun, Hendra mengingatkan bahwa eksplorasi batubara tidaklah mudah, apalagi di tengah beban regulasi yang semakin kompleks, seperti:

  • Kewajiban pencampuran energi B40

  • Penempatan 100% devisa hasil ekspor (DHE) SDA selama setahun

  • Kenaikan PPN 12%

  • Volatilitas harga batubara global

“Eksplorasi sangat minim karena biaya operasional semakin tinggi akibat kebijakan yang ada,” ujarnya.

Senada, Bisman menilai eksplorasi adalah satu-satunya cara menambah cadangan batubara kalori tinggi. Namun, pelaksanaannya membutuhkan dukungan konkret dari pemerintah.

“Eksplorasi memang menambah biaya investasi, tapi ini adalah konsekuensi yang harus dijalani untuk keberlanjutan industri,” tuturnya. (Hky)