JagatBisnis.com – Shell Indonesia memberikan penjelasan terkait kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi yang terjadi di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sejak Januari 2025. President Director and Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, mengungkapkan bahwa gangguan pasokan menjadi penyebab utama terjadinya stock out di SPBU Shell.
Ingrid menjelaskan bahwa Shell Indonesia telah beroperasi di Indonesia sejak 2005 dan kini memiliki hampir 200 SPBU yang tersebar di empat provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Shell hanya menjual BBM non-subsidi dengan varian RON 92, 95, 98, serta diesel CN51.
Gangguan Pasokan Jadi Penyebab Kelangkaan
Terkait kelangkaan yang terjadi sejak Januari, Ingrid mengakui bahwa beberapa SPBU Shell mengalami stock out untuk seluruh varian BBM akibat keterlambatan dalam rantai pasokan. Ingrid menambahkan, hambatan ini berada di luar kendali perusahaan, karena Shell hanya bisa mengontrol hal-hal yang berada dalam jangkauannya.
“Hambatan tersebut memang merupakan kondisi yang di luar kendali kami, karena yang dapat kami fokuskan adalah hal-hal yang memang dapat kami kendalikan,” kata Ingrid dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XII DPR RI pada Rabu (26/2).
Proses Persetujuan Impor dan Strategi Mitigasi
Ingrid menjelaskan bahwa Shell Indonesia sudah mengajukan permohonan neraca komoditas untuk tahun 2025 sejak September 2024. Permohonan ini menjadi dasar untuk mendapatkan persetujuan impor. Setelah melalui korespondensi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Shell akhirnya mendapatkan neraca komoditas pada 20 Januari 2025 dan persetujuan impor pada 23 Januari 2025.
Namun, Ingrid mengungkapkan bahwa pada saat persetujuan tersebut diperoleh, sekitar 25% SPBU Shell sudah mengalami stock out untuk beberapa varian BBM. Untuk mengatasi hal tersebut, Shell segera melakukan strategi mitigasi dengan membagi stok secara proporsional agar kelangkaan tidak terjadi secara merata di seluruh wilayah.
Percepatan Pengiriman dan Normalisasi Pasokan
Setelah mendapatkan izin impor, Shell mempercepat proses mendatangkan BBM ke Indonesia. Ingrid menjelaskan bahwa proses distribusi BBM dari terminal ke SPBU membutuhkan waktu sekitar 20 hari, mulai dari bongkar muat di terminal, pengetesan, hingga distribusi ke SPBU.
BBM tiba di terminal pada 6 Februari 2025, dan seluruh SPBU Shell kembali beroperasi normal pada 11 Februari 2025. Ingrid mengungkapkan rasa syukurnya, “Alhamdulillah, telah bisa beroperasi seperti sediakala per tanggal 11 Februari 2025.”
DPR Soroti Isu Kelangkaan BBM Non-Subsidi
Pada kesempatan yang sama, Komisi XII DPR RI juga menyoroti kelangkaan BBM non-subsidi yang terjadi di sejumlah SPBU yang dikelola oleh perusahaan swasta, selain Pertamina, pada akhir Januari 2025. Wakil Ketua Komisi XII DPR, Bambang Haryadi, mengungkapkan bahwa kelangkaan tersebut menyebabkan beberapa SPBU terpaksa tutup akibat kehabisan stok, yang mengakibatkan kesulitan bagi pengendara dalam memperoleh BBM non-subsidi.
“Kami harus garis bawahi yang mengalami kelangkaan adalah BBM non-subsidi, bukan BBM subsidi. Salah satu penyebabnya diduga berasal dari proses pengadaan dan sistem penyaluran atau distribusi dari masing-masing storage,” ujar Bambang.
Bambang menekankan pentingnya respons cepat dalam menangani isu distribusi BBM, terutama menjelang bulan Ramadan dan libur Lebaran. Ia juga menegaskan perlunya memastikan kecukupan pasokan BBM tidak hanya di Pertamina, tetapi juga di SPBU yang dikelola oleh perusahaan swasta. Komisi XII DPR berharap dapat memperoleh informasi yang utuh dalam rapat ini untuk mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat dan menjaga kestabilan pasokan BBM.
“Kami berharap dalam rapat ini dapat diperoleh informasi yang utuh sebagai bagian dari fungsi pengawasan kami terhadap pemerintah dalam menjaga kestabilan pasokan BBM dan mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat,” tambah Bambang. (Mhd)