Harga Minyak Naik Tipis, Namun Masih Dekati Level Terendah Dua Minggu

Harga Minyak Naik Tipis, Namun Masih Dekati Level Terendah Dua Minggu. foto dok synergysolusi.com

JagatBisnis.com – Harga minyak mentah mengalami kenaikan tipis pada Selasa (28/1), meski tetap berada dekat level terendah dalam dua minggu terakhir, setelah data ekonomi lemah dari Tiongkok dan perkiraan cuaca yang menghangat memperburuk prospek permintaan minyak global.

Pada pukul 15.00 WIB, harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2025 tercatat naik 60 sen atau 0,78%, menjadi US$ 77,68 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak yang sama menguat 50 sen atau 0,68%, menjadi US$ 73,67 per barel.

Namun, pada sesi sebelumnya, harga Brent ditutup pada level terendah sejak 9 Januari, sementara harga WTI berada di level terendah sejak 2 Januari. Penurunan ini dipicu oleh data ekonomi Tiongkok yang melaporkan kontraksi tak terduga dalam aktivitas manufaktur pada Januari, menambah kekhawatiran atas prospek permintaan minyak global.

“Nada kewaspadaan umum dalam lingkungan risiko, ditambah dengan angka PMI China yang lebih lemah, dapat menambah keraguan pada prospek permintaan minyak dari China, yang bisa menghambat kenaikan harga minyak,” ujar analis IG Yeap Jun Rong.

Permintaan minyak mentah dari China, yang merupakan importir minyak terbesar dunia, diperkirakan akan terdampak lebih lanjut oleh sanksi terbaru AS terhadap perdagangan minyak Rusia. Analis FGE memprediksi kilang di Shandong akan kehilangan hingga 1 juta barel per hari pasokan minyak mentah dalam waktu dekat, di tengah larangan yang diberlakukan oleh Shandong Port Group terhadap kapal tanker yang dikenai sanksi AS.

Di sisi lain, sejumlah kilang independen di Tiongkok juga telah menghentikan operasional atau berencana melakukannya, untuk periode pemeliharaan tak terbatas, karena kebijakan tarif dan pajak baru yang semakin merugikan pabrik-pabrik tersebut.

Sementara itu, India, yang juga merupakan importir minyak mentah terbesar ketiga di dunia, menghadapi gangguan pasokan minyak Rusia, meski kilang-kilang minyak di negara tersebut memanfaatkan penghentian sanksi untuk melakukan pembelian hingga Maret mendatang.

Di AS, perkiraan cuaca menunjukkan suhu yang lebih hangat dari biasanya sepanjang minggu ini, yang memengaruhi permintaan bahan bakar pemanas setelah cuaca dingin yang ekstrem mendorong reli harga gas alam dan solar pada sesi-sesi sebelumnya.

“Suhu yang lebih hangat di AS dan Eropa mengurangi permintaan bahan bakar pemanas, yang turut membebani pasar minyak,” kata analis minyak StoneX, Alex Hodes.

Pasar keuangan global juga merasakan dampak akibat lonjakan minat terhadap model kecerdasan buatan murah yang diluncurkan oleh perusahaan Tiongkok, DeepSeek.

“Kerugian di pasar minyak tampak terbatas, meski ada gejolak di saham teknologi AS,” ujar Yeap dari IG.

Namun, kekhawatiran akan terus berlanjut menjelang batas waktu 1 Februari, ketika tarif AS dapat diterapkan, dengan potensi pembatasan perdagangan yang bisa membebani pertumbuhan ekonomi global, dan menambah tekanan pada harga minyak. (Hky)