PHRI: Pemangkasan Anggaran Perjalanan Dinas Berisiko Melumpuhkan Sektor Perhotelan di Daerah Kecil

PHRI: Pemangkasan Anggaran Perjalanan Dinas Berisiko Melumpuhkan Sektor Perhotelan di Daerah Kecil. foto dok agoda.com

JagatBisnis.com – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyuarakan kekhawatirannya terkait kebijakan pemangkasan anggaran belanja perjalanan dinas yang mencapai minimal 50%. PHRI menyebut kebijakan ini berpotensi melumpuhkan aktivitas sektor perhotelan dan restoran di luar Pulau Jawa dan daerah kecil, dengan potensi penurunan pendapatan hingga 20%.

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menjelaskan bahwa beberapa hotel di daerah kecil sangat bergantung pada kontribusi pendapatan yang berasal dari kunjungan serta aktivitas Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. “Fasilitas hotel bukan hanya kamar, tetapi juga ruang pertemuan atau MICE. Aktivitas pemerintah memberikan kontribusi revenue yang besar, antara 40% hingga 70%, bahkan di daerah kecil bisa mencapai 70%,” jelas Maulana.

Pemangkasan Anggaran Belanja Perjalanan Dinas

Sebagai informasi, Kementerian dan lembaga Kabinet Merah Putih diinstruksikan untuk memangkas anggaran belanja perjalanan dinas sebesar minimal 50% dari sisa pagu belanja tahun 2024. Instruksi yang tertuang dalam surat nomor S-1023/MK.02/2024, tertanggal 7 November 2024, bertujuan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet pada 23 Oktober 2024.

Baca Juga :   PHRI Minta Pemerintah Kajian Ulang Wacana Moratorium Pembangunan Hotel di Bali

PHRI mengingatkan bahwa daerah-daerah yang bergantung pada kegiatan Pemerintah Pusat dan Daerah biasanya adalah daerah yang belum memiliki jumlah wisatawan yang signifikan dan kurang memiliki aktivitas ekonomi besar. Maulana menilai, sulit bagi hotel dan restoran di daerah kecil untuk mengganti pasar yang selama ini bergantung pada sektor pemerintah.

Dampak bagi Sektor Perhotelan di Daerah Kecil

Kebijakan pemangkasan anggaran dinas diperkirakan akan berdampak pada sejumlah hotel di luar Jawa dan daerah kecil yang sangat bergantung pada kegiatan pemerintahan sebagai sumber pendapatan dan penyerapan tamu. Selain itu, PHRI juga mencatatkan bahwa penerimaan pajak daerah yang signifikan berasal dari sektor hotel di beberapa wilayah.

Baca Juga :   Pemangkasan Anggaran Perjalanan Dinas Pemerintah: Dampaknya bagi Industri Hotel, MICE, dan Penerbangan

Maulana memberikan contoh kawasan pariwisata prioritas, seperti Mandalika dan Danau Toba, yang meskipun berpotensi besar untuk berkembang, masih membutuhkan dukungan dari kegiatan Pemerintah Pusat. “Mandalika hingga Toba, masih bergantung dengan Pusat. Begitu juga dalam penyelenggaraan acara, baik yang berkaitan dengan MotoGP hingga event di Danau Toba, mereka masih membutuhkan dukungan Pemerintah Pusat,” ungkapnya.

Dampak pada Ekosistem Bisnis dan Lapangan Pekerjaan

Kebijakan pemangkasan anggaran dinas ini, menurut Maulana, tidak hanya akan berimbas pada sektor perhotelan, tetapi juga akan mempengaruhi ekosistem bisnis yang mendukung industri ini. Pengadaan barang-barang seperti sabun, amenities kamar, hingga filter, diperkirakan akan mengalami penurunan. Selain itu, bisnis perhotelan yang tertekan akan berimbas pada lapangan pekerjaan, dengan potensi pengurangan karyawan atau bahkan PHK massal.

Baca Juga :   PHRI Minta Pemerintah Kajian Ulang Wacana Moratorium Pembangunan Hotel di Bali

“Jika kebijakan ini berlanjut, kami khawatir akan menambah kesenjangan antar daerah, melahirkan PHK karena strategi bertahan hotel, dan UMKM yang tutup. Bisnis perhotelan dan restoran saat ini adalah salah satu yang menggerakkan perekonomian daerah,” pungkas Maulana.

PHRI berharap agar pengalihan anggaran ini benar-benar digunakan untuk program-program yang dapat mendukung dan menggerakkan ekonomi, khususnya di daerah-daerah yang sangat bergantung pada sektor perhotelan dan pariwisata. Namun, mereka menuntut bukti nyata bahwa kebijakan ini tidak akan memperburuk kondisi ekonomi daerah-daerah kecil. (Zan)