JagatBisnis.com – Sektor properti di Indonesia memasuki tahun 2025 dengan sejumlah tantangan dan peluang. Salah satu kabar baik bagi industri properti adalah berlanjutnya insentif PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) yang diharapkan dapat mendorong permintaan properti, terutama untuk rumah dengan harga di bawah Rp5 miliar per unit. Namun, tantangan terbesar bagi sektor ini adalah suku bunga yang tetap tinggi, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah.
Insentif PPN DTP: Peluang bagi Pembeli Properti
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melanjutkan insentif PPN DTP hingga 2025. Insentif ini memberikan keringanan pajak bagi pembeli properti, terutama rumah dengan harga di bawah Rp5 miliar, yang sebelumnya dikenakan PPN. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi biaya tambahan dalam membeli rumah dan mempercepat transaksi di sektor properti. Bagi pembeli yang ingin memiliki rumah, ini menjadi kabar baik, meski tetap ada kendala yang perlu dihadapi.
Suku Bunga Tinggi: Hambatan bagi Daya Beli Masyarakat
Namun, di balik insentif tersebut, sektor properti masih dihadapkan pada tantangan besar, yakni suku bunga yang tetap tinggi. Suku bunga tinggi yang diprediksi akan terus berlaku (higher for longer) berisiko menekan permintaan properti, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Biaya kredit yang lebih mahal membuat pembeli rumah lebih berhati-hati dan cenderung menunda keputusan pembelian properti. Oleh karena itu, meskipun ada insentif dari pemerintah, dampak suku bunga tinggi bisa membatasi pertumbuhan sektor ini.
Tekanan Ekonomi Makro dan Daya Beli
Selain itu, kondisi ekonomi makro yang masih penuh tekanan juga berpotensi mengurangi daya beli masyarakat. Kenaikan harga pangan dan inflasi dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, sehingga mereka lebih cenderung menahan pengeluaran besar seperti pembelian properti. Penurunan daya beli ini akan terasa lebih berat bagi kalangan kelas menengah, yang menjadi segmen utama dalam pasar properti.
Proyeksi Kinerja Emiten Properti
Meskipun ada tantangan, proyeksi kinerja emiten properti masih cukup optimistis. Diperkirakan, penjualan properti pada 2024-2025 akan mengalami pertumbuhan 5%-10%. Namun, pengembang properti mungkin akan lebih mengandalkan pendapatan berulang dari sektor komersial, seperti pusat perbelanjaan dan properti ritel, ketimbang penjualan rumah dan apartemen. Beberapa pengembang juga diperkirakan akan menunda peluncuran proyek baru, mengingat kondisi daya beli yang belum sepenuhnya pulih.
Siklus Penurunan Suku Bunga: Harapan untuk Pasar Properti
Satu faktor positif yang dapat memberikan dorongan bagi sektor properti adalah penurunan suku bunga. Bank Indonesia diperkirakan akan melanjutkan tren penurunan suku bunga acuan pada 2025, yang dapat mempermudah akses pembiayaan bagi pembeli properti. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan rumah, khususnya di kalangan pembeli yang bergantung pada fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR).
Kesimpulan: Sektor Properti di 2025 Menghadapi Dualitas Peluang dan Risiko
Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi sektor properti, di mana insentif pemerintah yang dilanjutkan memberikan peluang, namun suku bunga tinggi dan tekanan daya beli tetap menjadi hambatan besar. Untuk bertahan, pengembang properti diharapkan lebih fokus pada segmen pasar yang lebih stabil, seperti properti kelas atas dan bisnis berulang. Dengan berlanjutnya insentif PPN DTP dan potensi penurunan suku bunga, sektor properti masih memiliki peluang untuk tumbuh, meskipun dengan tantangan yang tidak bisa diabaikan. (Mhd)