Ekbis  

Apple Tingkatkan Investasi di Indonesia, Tapi Kebijakan Proteksionis Dapat Menjadi Tantangan

Apple Tingkatkan Investasi di Indonesia, Tapi Kebijakan Proteksionis Dapat Menjadi Tantangan. foto dok apple.com

JagatBisnis.com – Indonesia baru-baru ini merayakan pencapaian besar setelah Apple Inc. menawarkan untuk meningkatkan investasinya di Indonesia hingga US$1 miliar, sebagai syarat untuk mencabut larangan penjualan iPhone 16 di negara ini. Meskipun ini menunjukkan potensi keberhasilan, beberapa analis memperingatkan bahwa kebijakan proteksionis yang diterapkan Indonesia dalam menarik investasi asing bisa membahayakan daya saing negara ini di kawasan Asia Tenggara.

Kebijakan Proteksionis untuk Menarik Investasi

Pemerintah Indonesia menggunakan strategi kebijakan yang dikenal sebagai persyaratan konten domestik untuk mendorong Apple meningkatkan tawaran investasinya dari US$10 juta menjadi US$1 miliar hanya dalam waktu sebulan. Sebagai bagian dari perjanjian, Apple diwajibkan untuk berinvestasi dalam pabrik di Indonesia agar produk-produk unggulannya, seperti iPhone 16, bisa dijual di pasar Indonesia. Salah satu komitmen terbaru Apple adalah membangun pabrik penghasil AirTags di Batam, yang akan menyerap sekitar 1.000 pekerja.

Baca Juga :   Lonjakan Penjualan iPhone di China Meningkat 40% di Mei 2024

Namun, meskipun terlihat sebagai sebuah kemenangan, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran. Krisna Gupta, seorang analis di Center for Indonesian Policy Studies, menyatakan, “Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memainkan permainan keras.” Pernyataan ini mengindikasikan bahwa tekanan regulasi yang tinggi bisa menghalangi investasi jangka panjang, terutama dengan adanya negara-negara tetangga seperti Vietnam dan India yang menawarkan insentif yang lebih menarik bagi investor asing.

Tantangan Kebijakan Konten Domestik

Kebijakan konten domestik yang diterapkan Indonesia bertujuan untuk meningkatkan transfer teknologi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, tantangan besar muncul ketika Indonesia berusaha meningkatkan rasio konten domestik dari 35% menjadi lebih tinggi untuk semua ponsel dan tablet yang dijual di pasar. Langkah ini bisa memaksa perusahaan teknologi asing untuk mengubah cara mereka beroperasi, yang tidak selalu sesuai dengan kenyataan lokal.

Baca Juga :   China Lock Down, Apple Alihkan Produksi ke India

Seiring dengan pergeseran teknologi, seperti transisi ke teknologi nirkabel, beberapa komponen yang sebelumnya dapat diproduksi secara lokal, seperti kabel pengisi daya dan headset, kini semakin tidak relevan. Selain itu, Indonesia belum memiliki kemampuan untuk memproduksi alternatif seperti earbuds nirkabel, yang semakin banyak digunakan dalam produk-produk teknologi terbaru. Hal ini dapat menjadi hambatan besar bagi perusahaan asing yang ingin memenuhi persyaratan konten domestik tanpa menghadapi kesulitan dalam pasokan dan kualitas bahan.

Dampak terhadap Investasi Asing

Meskipun Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, kebijakan proteksionis dan peraturan yang rumit dapat mengurangi daya tarik negara ini bagi investor asing. Indonesia harus bersaing dengan negara-negara tetangga yang menawarkan insentif pajak, persetujuan cepat, dan kebijakan yang lebih longgar dalam hal penyediaan komponen dari rantai pasokan global mereka.

Sebagai contoh, Vietnam telah berhasil menarik investasi lebih besar dari Apple, yang kini berinvestasi hingga US$15 miliar di negara tersebut. Meskipun Vietnam memiliki pasar domestik yang lebih kecil, kebijakan yang lebih liberal menjadikan negara ini pilihan yang lebih menarik bagi perusahaan yang ingin memproduksi untuk ekspor.

Baca Juga :   Ini Alasan BKPM Tak Ungkap Rencana Investasi

Perlunya Perubahan dalam Kebijakan Investasi

Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8% dalam lima tahun ke depan dan menjadi negara dengan ekonomi berpendapatan tinggi pada 2045, Indonesia membutuhkan kebijakan yang dapat mendorong revitalisasi sektor manufaktur dan menciptakan lapangan kerja. Namun, untuk mewujudkan hal ini, kebijakan yang lebih fleksibel dan menarik bagi investor perlu dipertimbangkan, terutama di sektor teknologi tinggi dan manufaktur.

Jika Indonesia terus mengandalkan kebijakan proteksionis, negara ini mungkin akan tertinggal dalam kompetisi global untuk menarik investasi asing yang semakin ketat. (Mhd)