JagatBisnis.com – Pasar modal Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan penuh dengan berbagai peluang dan tantangan yang dipengaruhi oleh dinamika global dan domestik. Di tengah ketidakpastian yang masih mengelilingi ekonomi dunia, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) telah memetakan sektor-sektor yang berpotensi menjadi primadona di pasar saham.
Fokus Sektor Komoditas dan Konsumer
Chief Economist Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, mengungkapkan bahwa dua sektor utama yang patut diperhatikan pada 2025 adalah sektor komoditas dan konsumer. “Tahun depan itu tahunnya saham komoditas dan konsumer,” ujarnya dalam sebuah wawancara pada Sabtu (7/9).
Menurut Fakhrul, meskipun pasar global masih dipenuhi dengan ketidakpastian, sektor-sektor ini memiliki potensi besar untuk menarik minat investor. Komoditas, yang selama ini menjadi pilar penting ekonomi Indonesia, diperkirakan akan tetap menunjukkan daya tarik meski mengalami koreksi harga. Sementara itu, sektor konsumer, yang sangat dipengaruhi oleh daya beli domestik, diharapkan dapat pulih seiring dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung konsumsi.
Perhatian Khusus pada Sektor Perbankan
Di sisi lain, Fakhrul mengingatkan para investor untuk berhati-hati terhadap sektor perbankan pada tahun depan. Meskipun sektor ini masih terlihat solid secara fundamental, perubahan prospek likuiditas global, terutama yang dipicu oleh kebijakan ekonomi Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), berpotensi memengaruhi kinerja saham perbankan.
“Saham perbankan masih bagus secara fundamental, tapi apakah itu bisa ditradingkan dengan PE (Price to Earnings ratio) yang lebih tinggi atau PBV (Price to Book Value) yang lebih tinggi, itu pertanyaan selanjutnya,” ujar Fakhrul.
Dengan ketidakpastian yang datang dari perubahan kebijakan global, investor disarankan untuk lebih selektif dalam memilih saham di sektor perbankan.
Tantangan di Sektor Otomotif
Sektor otomotif juga diperkirakan akan menghadapi tantangan pada 2025. Salah satu faktor penghambatnya adalah kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang menyasar barang-barang mewah, termasuk kendaraan bermotor. Kebijakan ini berpotensi menurunkan daya beli konsumen dan menghambat pertumbuhan sektor otomotif.
“Kita lihat sektor otomotif masih menantang,” jelas Fakhrul, yang mengindikasikan bahwa industri otomotif harus menghadapi tantangan besar di tengah kebijakan perpajakan yang lebih ketat.
Peluang di Tengah Ketidakpastian Global
Meski demikian, Fakhrul melihat sejumlah peluang besar di tahun 2025, terutama yang bersumber dari faktor eksternal. Salah satu yang paling menonjol adalah penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) serta stimulus perekonomian yang direncanakan di China. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat mendukung pemulihan ekonomi global dan memberikan dampak positif bagi pasar modal Indonesia.
Namun, meskipun harga komoditas diperkirakan mengalami koreksi, Fakhrul meyakini bahwa penurunan harga tersebut tidak akan terlalu tajam. “Sektor komoditas tetap menjadi peluang bagi pasar modal karena fundamentalnya masih kuat,” ujar Fakhrul.
Risiko Global: Kebijakan Tarif Trump
Namun, risiko global juga harus menjadi perhatian utama para investor. Salah satunya adalah ketidakpastian terkait kebijakan tarif yang mungkin dikeluarkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Kebijakan tarif ini akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah perekonomian global, termasuk dampaknya terhadap Indonesia.
Keberhasilan Indonesia dalam menghadapi tantangan ini sangat bergantung pada kemampuannya memanfaatkan kebijakan tarif tersebut sebagai peluang untuk memperoleh keuntungan. Pemerintah Indonesia perlu melakukan pendekatan yang cermat agar dapat mengurangi dampak negatif dari kebijakan tersebut dan memanfaatkan potensi keuntungan yang mungkin timbul.
Tantangan Domestik: Pemulihan Daya Beli
Di sisi domestik, Fakhrul menyoroti tantangan penting yang harus segera diatasi, yaitu pemulihan daya beli masyarakat. Faktor ini menjadi kunci bagi pertumbuhan sektor konsumer dan sektor-sektor lainnya yang bergantung pada konsumsi domestik. Fakhrul mengingatkan pentingnya kebijakan perpajakan yang ramah untuk mendorong konsumsi masyarakat.
Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah penerapan PPN 12% yang dapat mengurangi daya beli jika diterapkan secara luas. Jika kebijakan ini tidak diimbangi dengan langkah-langkah yang dapat mengurangi dampak negatifnya, sektor konsumer berisiko mengalami penurunan permintaan.
“Sebenarnya yang paling urgent di Indonesia itu ialah membangkitkan demand (permintaan) kembali dalam negeri,” tutup Fakhrul.
Kesimpulan: Peluang dan Tantangan di Pasar Modal Indonesia
Pasar modal Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan menghadapi berbagai tantangan, tetapi juga menyimpan peluang besar, terutama di sektor komoditas dan konsumer. Investor perlu memperhatikan dinamika global yang berpotensi mempengaruhi pasar, seperti kebijakan ekonomi Amerika Serikat dan perkembangan ekonomi China. Selain itu, tantangan domestik seperti pemulihan daya beli masyarakat dan penerapan kebijakan pajak harus segera diatasi agar perekonomian Indonesia tetap tumbuh stabil.
Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat mengoptimalkan peluang yang ada, meskipun di tengah ketidakpastian global yang masih menyelimuti pasar. (Mhd)