Pemerintah Batalkan Kenaikan Cukai Rokok Tahun Depan, Tapi Harga Eceran Naik 2025: Bagaimana Dampaknya bagi Industri?

Pemerintah Batalkan Kenaikan Cukai Rokok Tahun Depan, Tapi Harga Eceran Naik 2025: Bagaimana Dampaknya bagi Industri? foto dok beacukai.go.id

JagatBisnis.com – Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias rokok pada tahun 2025. Meski begitu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana melakukan penyesuaian harga jual eceran (HJE) produk tembakau yang kemungkinan akan diumumkan pada akhir tahun ini.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani, mengungkapkan bahwa penetapan harga jual eceran akan segera diumumkan. “Untuk pita cukainya, tidak akan ada kenaikan. HJE-nya kemungkinan akan ditetapkan Insya Allah pada penghujung tahun ini,” ungkapnya di Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta pada Jumat, 29 November 2024. Sayangnya, Askolani enggan memberikan rincian lebih lanjut mengenai besaran penyesuaian harga tersebut.

Kinerja Cukai Rokok di Tahun 2024

Sejauh ini, kinerja penerimaan cukai hasil tembakau cukup menggembirakan. Berdasarkan Laporan APBN KiTA Edisi November 2024, penerimaan cukai hingga akhir Oktober 2024 tercatat mencapai Rp 174,37 triliun atau 70,86% dari target penerimaan tahun ini. Angka ini menunjukkan pertumbuhan 2,71% secara tahunan (year on year/yoy).

Baca Juga :   NIK Jadi NPWP, Warga Berpenghasilan Langsung Wajib Pajak

Dari total penerimaan cukai, cukai hasil tembakau menyumbang Rp 166,97 triliun atau 72,47% dari target yang telah ditetapkan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kenaikan produksi rokok sebesar 1,1% yoy, dengan peningkatan signifikan pada jenis sigaret kretek tangan (SKT). Produk SKT dikenal sebagai jenis rokok yang mempekerjakan banyak tenaga kerja manual, sehingga setiap peningkatan produksinya berpotensi menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Kekhawatiran Industri Tembakau

Meski data menunjukkan adanya peningkatan penerimaan cukai, kebijakan penyesuaian harga jual eceran produk tembakau menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri. Henry Najoan, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), menilai setiap kenaikan harga jual eceran dapat memberikan beban berat bagi industri.

“Kenaikan tarif HJE akan membuat harga rokok semakin mahal dan tidak terjangkau oleh konsumen. Kondisi ini bisa mendorong masyarakat beralih ke rokok ilegal yang lebih murah,” ujar Henry.

Baca Juga :   PPATK Serahkan Lagi Semua Temuan Pencucian Uang di Kemenkeu

Sebagai contoh, rokok SKT isi 12 batang yang saat ini dijual dengan harga sekitar Rp 12.000 hingga Rp 14.000 per bungkus diperkirakan akan mengalami kenaikan harga menjadi Rp 15.000 hingga Rp 17.000 akibat penyesuaian HJE. Di sisi lain, rokok ilegal jenis sigaret kretek mesin (SKM) dengan isi 20 batang, yang dijual dengan harga antara Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per bungkus, justru menawarkan harga yang jauh lebih murah.

Potensi Meningkatnya Peredaran Rokok Ilegal

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi, juga mengingatkan bahwa setiap kenaikan tarif cukai maupun harga jual eceran akan berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal. “Ini bisa mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan negara hingga Rp 5,76 triliun per tahun,” kata Diana, menegaskan dampak negatif yang bisa timbul.

Baca Juga :   Kemenkeu Kantongi Rp9,17 Triliun dari Pajak Belanja Online

Dengan harga rokok yang semakin tinggi, masyarakat cenderung mencari alternatif yang lebih murah, yang pada akhirnya memperburuk masalah peredaran rokok ilegal di pasar. Hal ini tentu menambah tantangan bagi pemerintah dalam menyeimbangkan penerimaan negara dan pengendalian peredaran rokok ilegal.

Kesimpulan: Tantangan dalam Menjaga Keseimbangan

Meskipun pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2025, kebijakan penyesuaian harga jual eceran masih menjadi perhatian besar bagi industri tembakau. Peningkatan harga yang terus-menerus dikhawatirkan akan memperburuk masalah peredaran rokok ilegal, yang pada gilirannya akan merugikan perekonomian negara.

Industri tembakau dan berbagai pihak terkait berharap bahwa kebijakan pemerintah dapat lebih mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi, sehingga dapat menciptakan solusi yang lebih seimbang antara pengendalian konsumsi rokok, penerimaan negara, dan perlindungan industri. (Mhd)