JagatBisnis.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan yang memperoleh izin untuk mengelola atau mengekspor pasir laut hasil sedimentasi. Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Viktor Gustaaf Manoppo, menjelaskan bahwa KKP belum menerbitkan izin operasional untuk pengelolaan hasil sedimentasi laut.
“Secara regulasi, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapa pun terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi,” ujar Viktor dalam pernyataannya pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Upaya Pengendalian Pencurian Pasir Laut
Viktor menekankan bahwa kebijakan ini diterapkan dengan hati-hati, termasuk upaya untuk mengendalikan pencurian pasir laut yang masih sering terjadi di perairan Indonesia. Baru-baru ini, KKP berhasil menghentikan dua kapal berbendera Singapura yang kedapatan mencuri pasir laut di perairan Kepulauan Riau. Kedua kapal tersebut membawa sekitar 10.000 meter kubik pasir laut dan dioperasikan oleh 16 anak buah kapal (ABK) dari berbagai negara.
Pengakuan dari nahkoda kapal mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan pencurian pasir sebanyak 10 kali dalam sebulan, dengan setiap perjalanan memakan waktu tiga hari. Jika dihitung, mereka mampu mencuri hingga 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia dalam satu bulan.
Viktor memperingatkan bahwa kerugian dari kegiatan pencurian tersebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah per tahun, yang menjadi salah satu alasan kuat di balik penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut. Regulasi ini menjadi landasan hukum dalam pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kebijakan Ekspor Pasir Laut dan Dampaknya
Pemerintah baru-baru ini membuka kembali kebijakan ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang, namun keputusan ini menuai kritik. Banyak pihak berpendapat bahwa kebijakan ini hanya menguntungkan kalangan tertentu dan tidak mempertimbangkan dampak negatif terhadap lingkungan serta kehidupan nelayan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa ekspor pasir laut dapat merugikan sektor perikanan dan memicu pengangguran di kalangan nelayan. Menurutnya, ekspor 2,7 juta meter kubik pasir laut berpotensi mengurangi nilai tambah bruto sektor perikanan hingga Rp1,59 triliun, mengakibatkan hilangnya pendapatan nelayan hingga Rp999 miliar dan berkurangnya lapangan pekerjaan bagi sekitar 36.400 pekerja di sektor perikanan.
“Ekspor pasir laut justru berisiko menciptakan pengangguran di kawasan pesisir,” tegas Bhima. Degradasi ekosistem laut akibat penambangan pasir laut dapat mengurangi hasil tangkapan ikan, yang mengancam mata pencaharian para nelayan di daerah pesisir.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, KKP berkomitmen untuk menjaga kelestarian laut Indonesia serta melindungi kehidupan para nelayan. Kebijakan yang hati-hati diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. (Mhd)