Ekbis  

Lonjakan Harga Komoditas Energi Didorong oleh Sentimen Geopolitik dan Kebijakan Moneter

Lonjakan Harga Komoditas Energi Didorong oleh Sentimen Geopolitik dan Kebijakan Moneter. foto dok fsf.co.id

JagatBisnis.com – Harga sejumlah komoditas energi mengalami lonjakan signifikan dalam pekan ini, dipicu oleh meningkatnya sentimen geopolitik dan kebijakan moneter dari bank sentral dunia. Data terbaru dari Bloomberg menunjukkan bahwa harga minyak WTI naik 0,50% menjadi US$ 74,08 per barel pada Jumat (4/10), dengan kenaikan keseluruhan mencapai 8,65% dalam sepekan. Sementara itu, harga minyak Brent juga melonjak 9% dalam waktu yang sama, mencapai US$ 78,04 per barel.

Di sisi lain, harga batubara tercatat sebesar US$ 142,60 per ton, mengalami kenaikan harian sebesar 0,74%, meskipun secara keseluruhan mengalami koreksi sebesar 1,65% dalam sepekan.

Pengamat komoditas, Wahyu Tribowo Laksono, menjelaskan bahwa kenaikan harga ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemotongan suku bunga global yang diperkirakan akan terus berlanjut. “Pergerakan terakhir adalah rebound, terutama karena kebijakan The Fed, didukung oleh stimulus besar dari Bank Sentral China (PBOC),” ungkap Wahyu.

Lukman Leong, pengamat komoditas dan mata uang, menambahkan bahwa sentimen geopolitik berperan besar dalam pergerakan harga. Untuk minyak WTI, kekhawatiran mengenai kemungkinan balasan dari Israel terhadap Iran, yang dapat mengganggu fasilitas minyak, menjadi pendorong utama kenaikan harga.

Sementara itu, mengenai batubara, Lukman mencatat bahwa kenaikannya lebih bersifat rebound teknis setelah fluktuasi dalam dua pekan terakhir. Gangguan produksi dan logistik di China juga turut berkontribusi.

Lukman memperkirakan bahwa pergerakan harga minyak ke depan akan sangat bergantung pada situasi di Timur Tengah. “Jika terjadi eskalasi yang mengganggu pasokan minyak secara besar-besaran, harga WTI dapat kembali melampaui US$ 80 per barel,” jelasnya. Namun, dia juga meyakini bahwa OPEC+ akan memanfaatkan situasi ini dengan meningkatkan produksi, mengingat saat ini terdapat kelebihan pasokan.

Untuk batubara, ia memprediksi harga akan berkonsolidasi di kisaran US$ 130 hingga US$ 140 per ton pada akhir tahun, dengan kemungkinan kenaikan harga jika terjadi banjir besar atau fenomena La Nina yang dapat mengganggu pasokan dari Australia dan China.

Wahyu menambahkan bahwa pergerakan harga batubara juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan National Development and Reform Commission (NDRC) di China, yang memiliki kewenangan untuk mengintervensi pasar. “Harga batubara harus dijaga agar tetap menguntungkan produsen dan sektor keuangan,” tegasnya.

Dengan situasi yang terus berkembang, perhatian pada faktor-faktor ini akan menjadi kunci untuk memahami arah harga komoditas energi di masa depan. (Hky)