JagatBisnis.com – Gabungan Perusahaan Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengungkapkan keprihatinan terkait penurunan serapan tembakau oleh petani, yang mereka sebut terjadi akibat ketidakpastian hukum pasca dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Pengendalian Zat Adiktif Produk Tembakau.
Ketidakpastian Regulasi Menghambat Keputusan Pembelian
Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, menyatakan bahwa industri tembakau saat ini berada dalam fase “wait and see” untuk menilai dampak dari PP 28 dan Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Ia menjelaskan bahwa regulasi baru, termasuk larangan penjualan tembakau dalam radius 200 meter dari institusi pendidikan dan tempat bermain anak, telah menciptakan ketidakpastian yang menghambat keputusan pembelian tembakau dalam jumlah besar.
“Kami tidak akan menunda pembelian untuk waktu yang lama, namun kami perlu menilai dampaknya terlebih dahulu,” ungkap Benny dalam konferensi pers, Selasa (17/9).
Serapan Tembakau Lokal Masih Terserap
Meskipun terjadi penurunan serapan tembakau lokal, Benny menegaskan bahwa hampir seluruh hasil panen tembakau dalam negeri tetap terserap. Namun, sekitar 40% dari total pembelian tembakau berasal dari impor. “Kami telah menyerap hampir 97% hasil panen tembakau dalam negeri. Jika tidak ada dampak signifikan pada penjualan rokok, serapan akan kembali normal,” tandasnya.
Benny menambahkan bahwa penurunan serapan yang signifikan dapat mempengaruhi keberlanjutan industri, dan menegaskan pentingnya keseimbangan antara regulasi dan keberlangsungan bisnis.
Dampak PP 28 Terhadap Petani Tembakau
Sebelumnya, Agus Parmuji, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), juga menyatakan bahwa PP 28/2024 telah menyebabkan penurunan serapan tembakau hingga 40%. Ia menggarisbawahi ketentuan-ketentuan dalam regulasi tersebut, terutama larangan penjualan rokok eceran, yang dinilai berpotensi merugikan petani.
Beberapa ketentuan dalam PP 28/2024 mengatur penjualan rokok, termasuk larangan menggunakan mesin layan diri, penjualan kepada individu di bawah usia 21 tahun, serta larangan penjualan di dekat sekolah dan tempat bermain anak.
Kesimpulan
Dengan latar belakang ketidakpastian hukum dan dampak regulasi baru, Gaprindo menyerukan perlunya evaluasi lebih lanjut agar regulasi dapat mendukung kesejahteraan petani dan industri tembakau secara keseluruhan. Tanpa langkah-langkah yang tepat, sektor tembakau yang vital bagi banyak petani dan pekerja dapat menghadapi tantangan serius di masa depan. (Hky)