Program Bioetanol di Indonesia: Tantangan dan Potensi.

Program Bioetanol di Indonesia: Tantangan dan Potensi. foto dok onesolution.pertamina.com

JagatBisnis.com – JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Kemenko Marves) menyatakan bahwa penerapan program pencampuran bahan bakar minyak dengan etanol, atau bioetanol, di Indonesia masih jauh dari ideal. Saat ini, tantangan utama adalah ketergantungan pada impor bahan baku utama bioetanol, seperti gula, jagung, dan sagu, yang dapat mempengaruhi neraca dagang nasional.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, menjelaskan dalam sebuah diskusi terbatas di kantornya, bahwa kapasitas produksi bioetanol dalam negeri masih terbatas. “Saat ini, kita tidak banyak memproduksi etanol. Biasanya, etanol diperoleh dari tebu dan jagung, namun kita masih bergantung pada impor gula dan jagung. Jika kita memaksa menggunakan biofuel, kita harus impor bahan baku juga,” ujar Rachmat.

Baca Juga :   Pemerintah Batal Terapkan PPKM Level 3 Seluruh Indonesia Saat Nataru

Manfaat dan Tantangan Bioetanol

Meski menghadapi kendala, bioetanol menawarkan keunggulan lingkungan yang signifikan dibandingkan bahan bakar fosil yang umum digunakan saat ini. Bioetanol tidak mengandung sulfur, walaupun masih memancarkan karbon dioksida. Sebagai perbandingan, bensin seperti Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92) yang saat ini beredar di pasaran memiliki kandungan sulfur hingga 500 ppm.

Sebagai langkah perbaikan, pemerintah berencana untuk menggalakkan penggunaan BBM dengan standar rendah sulfur setara Euro IV, yakni maksimum 50 ppm. Peremajaan ini akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2028.

Produksi Bioetanol di Indonesia

Menurut Ronny Purwadi, Ahli Proses Konversi Biomassa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), produksi bioetanol di Indonesia saat ini baru mencapai 34.500 kiloliter per tahun. Angka ini masih jauh dari kebutuhan pasar yang mencapai 29 juta kiloliter per tahun. Saat ini, bioetanol hanya digunakan sebagai campuran E5 di Jakarta dan Surabaya.

Baca Juga :   Mulai 1 April 2022, PPLN Tak Perlu Karantina

“Bioetanol memiliki berbagai manfaat, termasuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendukung ketahanan energi nasional. Selain itu, bioetanol masih bisa digunakan pada kendaraan yang biasa menggunakan bensin dan dapat memanfaatkan limbah organik,” jelas Ronny di Karawang, Jawa Barat.

Prospek Masa Depan

Dengan terus berkembangnya teknologi bioetanol, diharapkan bioetanol dapat menjadi solusi yang lebih luas dan efektif dalam menghadapi tantangan energi dan perubahan iklim di Indonesia. Ronny menekankan pentingnya memastikan bahwa biofuel yang dikembangkan kompatibel dengan kendaraan yang ada saat ini. “Upaya untuk menggantikan sebagian bensin dengan bahan-bahan yang kompatibel, salah satunya bioetanol, sangat penting untuk mendukung transisi energi yang berkelanjutan,” tambahnya.

Baca Juga :   Kemenko Marves Pastikan Pembahasan Investasi Starlink Elon Musk Masih Berlanjut

Pemerintah dan sektor swasta perlu terus berkolaborasi dalam mengatasi tantangan ini, termasuk memperbaiki kapasitas produksi bioetanol domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku. Dengan langkah-langkah strategis, bioetanol bisa menjadi bagian integral dari upaya Indonesia untuk mencapai ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan. (Zan)