Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Menolak PP No 28 Tahun 2024 dan RPMK.

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Menolak PP No 28 Tahun 2024 dan RPMK. foto dok madiunkab.go.id

JagatBisnis.com – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyuarakan penolakannya terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang menyertainya. Penolakan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal APTI, K. Muhdi, dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Apindo, Jakarta, pada Rabu (11/9).

Dampak Negatif Terhadap Petani Tembakau

Muhdi menegaskan bahwa regulasi baru ini tidak hanya merugikan pelaku industri hasil tembakau (IHT), tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup sekitar 2,5 juta petani tembakau di Indonesia. “Kalau dari hilir terdampak, hulunya di petani juga pasti terdampak,” ujarnya.

Menurut Muhdi, penurunan harga tembakau sudah terjadi sejak PP ini diterapkan. Beberapa daerah penghasil tembakau, seperti Bojonegoro, mengalami penurunan harga hingga 10% untuk setiap jenis tembakau. “Ini menjadi kekhawatiran karena hampir 99% petani tembakau menjual hasil panennya ke pabrik rokok,” jelasnya.

Kekhawatiran Terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan

APTI juga menyoroti dua poin penting dalam RPMK yang dirancang sebagai aturan turunan dari PP Kesehatan. Pertama adalah pengaturan kandungan Tar dan Nikotin yang akan diturunkan, dan kedua adalah larangan terhadap bahan tambahan pada produk tembakau.

“Kedua ketentuan ini sangat diskriminatif terhadap produk tembakau kretek. Ini berpotensi menyebabkan kehancuran dan kematian budidaya pertanian tembakau di Indonesia,” kata Muhdi, menambahkan bahwa regulasi ini bisa berdampak langsung pada keberlangsungan hidup para petani tembakau.

Isi PP 28/2024 dan Dampaknya

PP 28/2024 mencakup beberapa ketentuan yang dianggap merugikan industri tembakau, termasuk pengendalian zat adiktif seperti produk tembakau dan rokok elektronik. Aturan ini melarang penjualan tembakau dan rokok elektronik melalui mesin layan diri, serta kepada orang di bawah usia 21 tahun, perempuan hamil, dan di sekitar pintu masuk, tempat pendidikan, dan tempat bermain anak.

Selain itu, PP ini juga melarang iklan, promosi, dan sponsor untuk pangan olahan yang melebihi batas maksimum gula, garam, dan lemak (GGL). Ketentuan ini dipandang akan memperburuk dampak terhadap industri tembakau dan petani tembakau yang bergantung pada penjualan produk tersebut.

Panggilan untuk Tinjauan Kembali

APTI mengimbau pemerintah untuk meninjau kembali PP No 28 Tahun 2024 dan RPMK, mengingat dampak luas yang ditimbulkan terhadap petani tembakau dan industri tembakau di Indonesia. Penolakan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam dari sektor yang selama ini menjadi salah satu pilar penting dalam ekonomi lokal dan nasional.

Dengan adanya protes ini, diharapkan akan ada dialog lebih lanjut antara pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mencapai solusi yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak terkait. (Hky)