JagatBisnis.com – Industri alat berat di Indonesia semakin memanas dengan meningkatnya volume impor produk dari China, menambah ketatnya persaingan di pasar domestik. Dua pemain utama di sektor ini, PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX), menghadapi tantangan berat dari merek-merek asing, terutama yang berasal dari China.
Persaingan dari Jepang, Korea, dan China
Sekretaris Perusahaan United Tractors, Sara K. Loebis, mengungkapkan bahwa pasar alat berat Indonesia kini dipenuhi oleh beragam merek dari Jepang, Korea, dan China. Keberagaman merek ini membuat persaingan semakin intens, terutama karena kebutuhan alat berat di Indonesia bervariasi dari alat kecil untuk proyek menengah hingga alat besar untuk proyek jangka panjang.
Sara menegaskan bahwa UNTR tetap berkomitmen untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar dengan fokus pada kualitas layanan pelanggan, terutama dalam layanan purna jual. Salah satu strategi utama UNTR adalah penerapan prinsip dual product line yang memungkinkan mereka mempertahankan pangsa pasar dengan menawarkan produk unggulan untuk segmen yang membutuhkan produktivitas tinggi dan pekerjaan berat. Selain itu, UNTR memanfaatkan teknologi digital untuk memantau armada alat berat secara real-time, yang membantu mengurangi kekhawatiran terkait pemeliharaan.
Meskipun penjualan merek Komatsu UNTR mengalami penurunan sebesar 29,17% YoY pada semester pertama tahun ini menjadi 2.515 unit, UNTR tetap optimis dengan target penjualan yang telah dinaikkan dari 4.000 unit menjadi 4.500 unit untuk tahun ini, dengan fokus utama pada sektor pertambangan.
Kesiapan Kobexindo Tractors Menghadapi Persaingan
Di sisi lain, PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX) juga menunjukkan kesiapan dalam menghadapi persaingan dari produk-produk China. Corporate Secretary Kobexindo Tractors, Gabrielle Azelia, menegaskan bahwa perusahaan siap bersaing dalam hal kualitas produk dan harga. Kobexindo tidak hanya fokus pada penjualan produk, tetapi juga memperkuat layanan purna jual, termasuk ketersediaan suku cadang dan jasa perbaikan.
Gabrielle mengakui tantangan yang dihadapi pasar alat berat, terutama di sektor pertambangan, akibat keterbatasan izin lokasi tambang dan fluktuasi harga. Untuk mengatasi tantangan ini, Kobexindo mengandalkan pengalaman lebih dari dua dekade serta keunggulan produk yang tahan lama. Mereka juga memiliki jaringan cabang dan site office yang luas di seluruh Indonesia, didukung oleh suku cadang yang selalu tersedia dan mekanik berpengalaman.
Dalam menghadapi pasar yang semakin kompetitif, Kobexindo melakukan diversifikasi produk dengan memasukkan alat berat untuk segmen non-pertambangan, seperti forklift untuk industri manufaktur dan logistik. Mereka juga memperkuat portofolio produk dengan memasukkan alat berat segmen konstruksi dan infrastruktur, termasuk excavator kelas kecil hingga menengah dari Develon, serta bulldozer dan motor grader dari Shantui, yang dikenal dengan penjualan nomor satu di China dan nomor dua di pasar internasional.
Dampak Kehadiran Produk Alat Berat dari China
Ketua Umum Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi), Giri Kus Anggoro, sebelumnya mengungkapkan bahwa keberadaan alat berat impor dari China memiliki dampak signifikan terhadap pangsa pasar produsen lokal. Alat berat dari China yang diimpor secara utuh (completely built up/CBU) umumnya memiliki harga lebih murah karena biaya bahan baku yang lebih rendah, seperti besi dan baja. Ditambah lagi, perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang memungkinkan alat berat dari China masuk ke Indonesia dengan tarif bea masuk 0% turut mempengaruhi daya saing.
Dengan persaingan yang semakin ketat, UNTR dan Kobexindo harus terus berinovasi dan beradaptasi untuk mempertahankan posisi mereka di pasar. Sementara itu, industri alat berat Indonesia menghadapi tantangan dan peluang baru yang dipengaruhi oleh dinamika global dan lokal. (Mhd)