JagatBisnis.com – Pemerintah Indonesia akan mulai menerapkan cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun depan, sebuah kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mengurangi konsumsi minuman manis. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) menyatakan kesiapan mereka untuk mematuhi regulasi tersebut dan sedang menyiapkan strategi adaptasi.
Budiyanto, Direktur Keuangan SIDO, mengungkapkan bahwa meskipun pihaknya belum sepenuhnya memahami detail regulasi cukai ini, tampaknya kebijakan tersebut akan berdampak pada produk minuman siap saji mereka, terutama yang menggunakan format ready to drink. Namun, Budiyanto menilai kontribusi produk ready to drink terhadap penjualan SIDO relatif kecil, hanya sekitar 1% hingga 2%. Dengan demikian, dampak langsung terhadap kinerja perusahaan diperkirakan tidak akan signifikan.
“Dampak dari sugar tax ini mungkin tidak terlalu material bagi kami, namun kami tetap berkomitmen untuk mematuhi peraturan pemerintah,” jelas Budiyanto dalam Public Expose yang berlangsung pada Rabu (28/8).
Untuk mengantisipasi regulasi tersebut, SIDO berencana meluncurkan produk-produk baru dengan varian rendah gula guna memenuhi standar kesehatan yang diinginkan konsumen. Langkah ini sejalan dengan upaya perusahaan untuk terus mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar dalam kategori herbal, dengan fokus pada penguatan brand awareness dan memastikan ketersediaan produk di pasaran.
“Di sektor consumer goods, kami akan terus memperkuat brand awareness dan memastikan produk kami selalu tersedia. Kami ingin konsumen selalu mengingat merek kami,” tambah Budiyanto.
Dalam laporan keuangannya, SIDO melaporkan peningkatan penjualan sebesar 14,67% year on year (yoy), dari Rp 1,65 triliun menjadi Rp 1,89 triliun pada semester I-2024. Laba bersih perusahaan juga mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 35,79%, dari Rp 448,10 miliar menjadi Rp 608,49 miliar.
Segmen jamu herbal dan suplemen masih menjadi penyumbang terbesar penjualan SIDO, mencapai Rp 1,11 triliun. Penjualan makanan dan minuman menyusul dengan Rp 716,70 miliar, sementara penjualan farmasi berkontribusi sebesar Rp 66,19 miliar.
Pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp 244,19 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, meningkat 5,93% dibandingkan dengan outlook tahun 2024 yang sebesar Rp 230,50 triliun. Kebijakan ekstensifikasi cukai ini, yang fokus pada MBDK, bertujuan untuk mendukung implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan menjaga kesehatan masyarakat.
Dengan langkah-langkah adaptasi yang telah disiapkan, SIDO berharap dapat mengurangi dampak cukai dan terus berkembang sebagai pemimpin pasar dalam industri jamu dan farmasi. (Mhd)