JagatBisnis.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggarap Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI), yang juga mencakup regulasi untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending. Salah satu poin penting dalam peraturan tersebut adalah penyesuaian batas maksimum pendanaan produktif, yang direncanakan naik signifikan dari Rp 2 miliar menjadi Rp 10 miliar.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, tidak semua fintech lending dapat menyalurkan batas maksimum pendanaan tersebut. Fintech lending harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, termasuk memiliki rasio TWP90 maksimum sebesar 5%. TWP90 adalah ukuran tingkat keterlambatan pembayaran kewajiban di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
“Selain itu, fintech lending tidak boleh sedang dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagian atau seluruhnya dari OJK,” ujar Agusman dalam keterangan resmi pada Kamis, 18 Juli.
Agusman menambahkan bahwa penyusunan RPOJK LPBBTI saat ini juga melibatkan penerimaan pandangan dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Selain menaikkan batas atas pendanaan untuk sektor produktif, RPOJK LPBBTI juga menghadirkan beberapa penyempurnaan aturan, termasuk penguatan kelembagaan, manajemen risiko, serta tata kelola dan perlindungan konsumen.
Agusman menjelaskan bahwa pengaturan pendanaan untuk sektor produktif ini sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kontribusi positif terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pertumbuhan ekonomi nasional.
Pengembangan RPOJK LPBBTI ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan terpercaya bagi pengguna jasa fintech lending, sambil mendorong pertumbuhan sektor fintech secara berkelanjutan. (Hky)