Kebijakan Tata Kelola Lobster: Dampak dan Kontroversi

Kebijakan Tata Kelola Lobster: Dampak dan Kontroversi. foto dok dkp.kulonprogokab.go.id

JagatBisnis.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru-baru ini melaporkan capaian signifikan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 3.606.692.000 yang berasal dari budidaya lobster sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 7 Tahun 2024. Sebagian besar PNBP, yakni Rp 2.705.019.000, akan dialokasikan langsung kepada masyarakat pembudidaya, sementara sisanya, Rp 901.673.000, akan dikelola oleh BLU untuk program pengelolaan lobster yang berkelanjutan.

Kebijakan ini diinisiasi untuk mengatur tata kelola lobster di Indonesia dengan tujuan utama mendukung budidaya yang berkelanjutan dan memastikan keberlanjutan Sumber Daya Alam (SDA). Dengan implementasi kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mengubah paradigma dimana sebelumnya benih lobster (BBL) sering diekspor tanpa memberikan manfaat signifikan bagi negara.

Baca Juga :   Potensi Ekonomi Udang Budidaya dan Tantangan Hukum: Harapan dan Kendala

Dampak Positif:

1. Peningkatan Pendapatan Negara: PNBP yang signifikan dari budidaya lobster menjadi bukti keberhasilan kebijakan ini dalam menghasilkan pendapatan untuk negara.

2. Dukungan kepada Pembudidaya: Aliran PNBP sebagian besar dialokasikan kembali kepada masyarakat pembudidaya, yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

3. Keberlanjutan Sumber Daya: Fokus pada budidaya berkelanjutan dapat membantu menjaga populasi lobster di perairan Indonesia.

Meskipun berhasil dalam menghasilkan PNBP, kebijakan ini juga menuai kritik dari beberapa pihak:

Baca Juga :   Potensi Ekonomi Udang Budidaya dan Tantangan Hukum: Harapan dan Kendala

1. Kekhawatiran terhadap Sumber Daya: Nelayan lokal, seperti yang disuarakan oleh Amin Abdullah dari LPSDN Lombok Timur, khawatir bahwa kebijakan ini akan mengancam sumber daya lobster lokal. Ekspor BBL dinilai dapat mengurangi populasi lobster di perairan Indonesia.

2. Fokus pada Keuntungan Instan: Kritik juga ditujukan pada persepsi bahwa kebijakan lebih mengutamakan keuntungan ekonomi instan dari PNBP daripada keberlanjutan jangka panjang sumber daya lobster.

3. Regulasi Ekspor yang Longgar: Meskipun KKP menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan bukan untuk memudahkan ekspor BBL, tetapi kekhawatiran masih ada bahwa regulasi yang longgar dapat mengarah pada eksploitasi sumber daya yang berlebihan.

Baca Juga :   Potensi Ekonomi Udang Budidaya dan Tantangan Hukum: Harapan dan Kendala

Kebijakan Tata Kelola Lobster melalui PermenKP No 7 Tahun 2024 mencatatkan capaian signifikan dalam menghasilkan PNBP dan mendukung pembudidaya. Namun, kontroversi seputar dampak jangka panjang terhadap sumber daya lobster dan fokus kebijakan masih menjadi perdebatan. Perlu adanya keseimbangan antara menghasilkan pendapatan dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam agar kebijakan ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan lingkungan di Indonesia. (Mhd)