JagatBisnis.com – Industri otomotif Indonesia sedang mengusulkan skema insentif pajak pertambahan nilai (PPN) yang berbeda untuk mobil hybrid dan mobil listrik, sebagai bagian dari upaya untuk menekan harga jual dan meningkatkan popularitas mobil beremisi rendah di masyarakat.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) berpendapat bahwa mobil hybrid layak mendapatkan insentif untuk membantu menurunkan harga jualnya serta mempopulerkan teknologi ini di Indonesia. Meskipun masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM), mobil hybrid menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan mobil dengan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine, ICE).
Jongkie Sugiarto, Ketua I Gaikindo, menjelaskan bahwa usulan ini memungkinkan mobil hybrid untuk mendapatkan insentif PPN sebesar 5%, dibandingkan dengan insentif PPN 1% yang diberikan untuk mobil listrik. Ini berarti potongan PPN untuk mobil hybrid dapat mencapai 6%, menurunkan tarif dari 11% menjadi 5%.
“Kami masih menunggu keputusan dari pemerintah terkait usulan ini,” kata Jongkie pada Senin (8/7).
Pasar mobil hybrid di Indonesia saat ini didominasi oleh merek Jepang seperti Toyota, Suzuki, dan Wuling Motors, yang telah aktif merakit mobil-mobil hybrid di dalam negeri. Toyota sendiri telah memproduksi model Kijang Innova Zenix HEV, Yaris Cross HEV, dan model lainnya.
Anton Jimmi Suwandy, Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM), mengungkapkan bahwa insentif fiskal untuk kendaraan ramah lingkungan perlu disesuaikan dengan karakteristik teknologi masing-masing, baik itu Battery Electric Vehicle (BEV), Hybrid Electric Vehicle (HEV), maupun Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV).
“Hadirnya insentif yang sesuai dengan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan adopsi kendaraan ramah lingkungan dan mengurangi emisi karbon,” ujar Anton.
Meskipun pasar otomotif nasional mengalami koreksi, penjualan mobil hybrid terus menunjukkan tren positif. Toyota mencatat peningkatan penjualan kendaraan elektrifikasi hingga 74% year on year (yoy) pada semester I-2024, yang didominasi oleh mobil hybrid.
Yannes Martinus Pasaribu, Pengamat Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menilai bahwa usulan insentif PPN 5% untuk mobil hybrid masuk akal dari segi bisnis. Namun, dia juga mengakui kompleksitas dalam merumuskan persentase insentif ini karena melibatkan kebijakan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait.
“Kami harap pemerintah dapat menyesuaikan insentif ini agar tetap efektif di tengah fluktuasi kurs dan mengganggu efektivitasnya,” tambah Yannes.
Dengan langkah ini, diharapkan pemerintah dapat memberikan sinyal positif kepada pasar otomotif bahwa Indonesia serius dalam mendukung transisi menuju kendaraan ramah lingkungan, sekaligus mendorong produksi lokal komponen kendaraan elektrifikasi. (Hky)