JagatBisnis.com – Kondisi global yang bergejolak akan turut berdampak pada kinerja perekonomian Indonesia. Sehingga diperkirakan tahun 2025, kondisi ekonomi global tidak mudah dan masih diliputi ketidakpastian. Pemerintahan baru nantinya akan menghadapi tantangan fiskal yang tidak ringan dan rentan dengan tekanan. Demikianlah dikatakan Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati, di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Menurut Anis, ruang fiskal dalam APBN sebagian besar sudah terisi dengan anggaran yang bersifat mandatori, seperti anggaran pendidikan, transfer ke daerah dan Dana Desa. Apalagi saat ini pemerintah punya hajatan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang menyedot anggaran cukup besar.
“Jadi hanya sebagian kecil yang masih terbuka untuk memasukkan program baru, seperti makan bergizi. Seharusnya, program pemberian makanan bergizi dilakukan secara bertahap dan proporsional dengan kondisi anggaran yang ada agar hasilnya bisa optimal,” tegas anggota Komisi XI DPR RI ini.
Dia menjelaskan, untuk APBN 2025 pemerintah saat ini harus berkomitmen hanya mengusulkan anggaran yang bersifat baseline dan tidak mengusulkan anggaran yang menyedot anggaran besar. Sehingga defisit APBN 2025 bisa ditekan ke batas bawahnya range antara 2.0 persen-2.2 persen.
“Jadi, pemerintah baru nantinya punya ruang untuk menjalankan program strategisnya. Tentunya, harus melalui APBN 2025. Sehingga dapat meningkatkan kualitas penggelolaan utang yang lebih efektif dengan penggunaan anggaran yang disiplin,” imbuhnya.
Anis menambahkan, dalam penggunaan anggaran tahun 2025, pemerintah juga harus memiliki strategi yang tepat untuk melakukan pembayaran utang, termasuk SBN dan pinjaman jatuh tempo. Adapun untuk SBN yang jatuh tempo, praktis yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan SBN baru.
“Pemerintah harus bisa memanfaatkan dana SBN yang diperoleh untuk proyek-proyek yang produktif dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika tidak, maka akan jadi beban pemerintah yang berat. Begitu juga, dengan pinjaman, jika memang memungkinkan untuk dilakukan renegoisasi atau meminta penjadwalan ulang tentunya lebih baik bagi pemerintah,” pungkas Anis. (eva)