MUI: Sejumlah Perusahaan Asing yang Terafiliasi Israel Lakukan Perlawanan

jagatbisnis.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mensinyalir sejumlah perusahaan multinasional asing yang terafiliasi Israel melakukan perlawanan balik atas gerakan boikot di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Perlawanan balik itu dilakukan dengan memanfaatkan ketidakseragaman daftar boikot yang beredar luas di tengah masyarakat.

“Perlu ada kesamaan pandang soal ini, sehingga umat Islam tidak ragu untuk memboikotnya,” kata Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Ikhsan Abdullah, Rabu (29/5/2024).

Baca Juga :   Usut Insiden Penembakan, MUI Bentuk Timsus Investigasi

Menurut Ikhsan, gerakan boikot sebenarnya efektif untuk menekan korporasi asing yang pro Israel. Karena kekuatan gerakan boikot ini dahsyat dan tidak bisa diabaikan. Misalnya, di Cirebon ada resturan cepat saji perusahaan asing sampai tutup. Boikot ini satu-satunya yang bisa melumpuhkan perekonomian Israel dan Amerika. Karena kedua negara tersebut merupakan penyokong utama persenjataan Israel.

“Di Indonesia sebenarnya sudah ada lembaga yang secara spesifik mengeluarkan daftar boikot produk pro Israel dan ini bisa jadi rujukan untuk kaum Muslimin. Apalagi, Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) juga telah mengeluarkan daftar 10 produk terafiliasi Israel dan ini bisa rujukan,” ungkapnya.

Baca Juga :   Kutuk Aksi Terorisme di Gereja Makassar, MUI: Tak Sesuai Ajaran Agama Apapun

Dia menjelaskan, gerakan boikot sejauh ini memberi efek positif pada perekonomian Indonesia. Sejak boikot menggelora pada Oktober 2023, banyak umat Muslim yang beralih mengkonsumsi produk nasional. Karena itu, pihaknya mengingatkan semua pihak untuk tetap menjaga gerakan boikot produk Israel dan semua yang terafiliasi.

Baca Juga :   Warga Diminta Salat Idul Fitri di Rumah Saja

“Ini sangat penting diketahui masyarakat, produk makanan, minuman dan obat-obatan nasional mengalami peningkatan penjualan. Boikot ini jihad bersama kita untuk meningatkan produk nasional. Produk nasional yang selama ini selalu ‘diawani’ masyarakat karena kualitasnya dianggap selalu kalah. Tapi kini, produk nasional akhirnya bisa unjuk gigi,” pungkasnya. (eva)