jagatbisnis.com – JAKARTA. Persaingan bisnis petrokimia di Indonesia akan semakin ketat di tengah kebutuhan petrokimia yang tinggi di dalam negeri.
Diberitakan KONTAN sebelumnya, perusahaan solusi kimia dan infrastruktur PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) bersama Glencore Pcl akan mengakuisisi Shell Energy and Chemicals Parks Singapore dengan membeli 100% kepemilikan saham milik Shell Singapore Pte Ltd.
Selain akuisisi tersebut, beberapa perusahaan seperti Pertamina juga tengah melirik bisnis petrokimia. Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, produk-produk petrokimia sebagian memang telah diproduksi di dalam negeri. Namun, belum mencukupi kebutuhan domestik sehingga perlu diimpor dari berbagai negara yang nilainya lebih dari US$ 9,5 miliar dolar pada 2023 dan akan terus meningkat pada masa yang akan datang.
Adapun, aksi korporasi yang dilakukan TPIA melalui perusahaan patungan alias joint venture bersama CAPGC Pte. Ltd. Gabungan antara Chandra Asri Capital Pte. Ltd dan Glencore Asian Holdings Pte. Ltd.
Setelah melalui proses lelang yang kompetitif, CAPGC telah menandatangani Perjanjian Jual Beli dengan Shell Singapore Pte. Ltd. pada 8 Mei 2024. Transaksi ini ditargetkan selesai pada akhir 2024.
Namun entitas Grup Barito ini masih enggan membeberkan nilai akuisisi maupun anggaran yang disiapkan TPIA untuk mengakuisisi aset Shell Energy and Chemical Parks Singapore.
Manajemen TPIA berharap bisa mendorong perluasan penawaran produk dan peningkatan layanan sehingga memungkinkan bagi TPIA untuk menangkap peluang baru di pasar Asia Tenggara.
Adapun Shell Energy and Chemical Parks memiliki kilang minyak mentah dengan kapasitas pemrosesan sebesar 237.000 barel per hari. Lalu, ethylene cracker berkapasitas 1,1 juta metrik ton per tahun di Pulau Bukom dan Pulau Jurong.
Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, Chandra Asri mengakuisisi aset tersebut dengan harapan produk-produk dari Shell Singapura nantinya bisa dimanfaatkan di Indonesia.
Menurut Fajar, permintaan untuk petrokimia masih tinggi. Salah satunya bahan baku plastik yang 55% masih impor sehingga masih ada potensi besar pasar petrokimia di dalam negeri.
“Persaingannya juga ketat, China sudah kelebihan pasokan sehingga ekspor juga di Indonesia, ekspansi besar-besaran juga dilakukan negara-negara Timur Tengah, sehingga pasar di Indonesia sekarang diperebutkan oleh China dan Timur Tengah serta industri di dalam negeri,” kata Fajar kepada Kontan.co.id, Minggu (12/5).
Sementara itu, Pertamina melalui Subholding Refinery & Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) tengah membangun proyek New Grass Root Refinery (NGRR) atau Kilang Tuban masih tetap dikerjakan bersama mitra Rusia yakni Rosneft.
Selain BBM, Kilang Tuban akan memproduksi 4,70 juta ton petrokimia per tahun, terdiri dari 1,3 juta ton paraxylene, 510 ribu ton styrene, 650 ribu ton LLDPE/HDPE, 1,16 juta ton polypropylene, 407 ribu ton sulfur, 500 ribu ton MEG, dan 173 ribu ton MTBE secara tahunan.
“Untuk rencana proyek Kilang Tuban saat ini masih proses Financial Investment Decision (FID),” kata Corporate Secretary KPI, Hermansyah Y Nasroen kepada Kontan.co.id, Minggu (12/5).
KPI menargetkan keputusan akhir investasi atau Financial Investment Decision (FID) New Grass Root Refinery (NGRR) kilang Tuban bisa selesai pada tahun ini.
Adapun, PT Kilang Pertamina Internasional tengah membidik potensi pasar dari produk petrokimia. Kilang Pertamina Balikpapan ditargetkan bisa memproduksi produk petrokimia dalam waktu dekat.
Ini sejalan dengan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Pertamina Balikpapan. KPI setidaknya aman memproduksi Propylene sebanya 225 ribu ton per tahun.
Sebelumnya, KPI juga telah mengoperasikan unit produksi produk petrokimia di beberapa kilang existing. Operasi Kilang Petrokimia, yang terdiri dari Kilang Polypropylene di RU Unit Plaju yang memproduksi Polytam (Polypropylene Pertamina).
Lalu, Kilang Paraxylene di RU Unit Cilacap yang memproduksi Paraxylene dan Benzene serta produk lainnya, dan Kilang OCU (Olefin Conversion Unit) di RU Unit Balongan yang memproduksi Propylene.
PT Pertamina Gas (Pertagas), bagian dari Subholding Gas Pertamina juga akan mulai mengembangkan potensi bisnis baru. Sekretaris Perusahaan Pertagas Muhammad Baron mengatakan, Pertagas berencana mengembangkan potensi bisnis baru melalui pengembangan produk petrokimia dan bidang clean energy. (Hfz)