Ekbis  

Bank Eropa Penyumbang Pinjaman Terbesar untuk Nikel RI, Namun Ada Catatan Kritis

JagatBisnis.com –  Industri nikel di Indonesia didominasi oleh investor China. Namun, ternyata bank asal Eropa juga turut membiayai perusahaan nikel Indonesia, termasuk pembiayaan PLTU batu bara captive yang diperlukan pada smelter nikel.

Menurut hasil riset Lembaga Penelitian dan Advokasi Kebijakan PRAKARSA, HSBC menjadi kelompok pemberi pinjaman sindikasi terbesar bagi perusahaan nikel Indonesia dengan total USD 1,091 miliar. Diikuti oleh Standard Chartered Bank 650 juta, BNP Paribas USD 625 juta, ING Bank USD 560 juta, Credit Agricole USD 380 juta, Barclays Bank USD 300 juta, Santander USD 711 juta, dan Natixis USD 260 juta.

Meski demikian, peneliti PRAKARSA, Ricko Nurmansyah, menyoroti hal ini patut dipertanyakan, mengingat sudah ada komitmen hijau dari lembaga jasa keuangan Eropa untuk mengurangi dan bahkan menghentikan pendanaan proyek batu bara.

“Bank-bank Eropa itu ternyata sudah memiliki komitmen untuk melakukan pembiayaan berkelanjutan, yang harusnya terbebas dari pelanggaran HAM, bebas dari dampak lingkungan, mereka harusnya terbebas dari pembiayaan-pembiayaan itu,” tegas dia.

Ricko menuturkan, industrialisasi dan hilirisasi nikel masih banyak meninggalkan jejak kerugian terhadap degradasi lingkungan dan pelanggaran HAM. Hal ini seharusnya menjadi catatan serius bagi lembaga keuangan sebagai pengalir dana, serta pemangku kebijakan yang mengawasi proses berjalannya industri ini.

Berikut adalah beberapa catatan kritis terhadap pembiayaan industri nikel di Indonesia oleh bank Eropa:

  • Pembiayaan PLTU batu bara

PLTU batu bara merupakan salah satu sumber polusi udara dan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Pembiayaan PLTU batu bara oleh bank Eropa bertentangan dengan komitmen mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

  • Pelanggaran HAM

Industri nikel di Indonesia sering dikaitkan dengan pelanggaran HAM, seperti eksploitasi tenaga kerja, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan. Pembiayaan industri ini oleh bank Eropa dapat meningkatkan risiko pelanggaran HAM di masa depan.

  • Dampak lingkungan

Industri nikel memiliki dampak lingkungan yang signifikan, seperti deforestasi, pencemaran air, dan emisi gas rumah kaca. Pembiayaan industri ini oleh bank Eropa dapat memperburuk krisis lingkungan di Indonesia.

Pemangku kebijakan perlu mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa pembiayaan industri nikel di Indonesia memenuhi prinsip-prinsip bisnis berkelanjutan. Bank Eropa juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pembiayaan mereka terhadap industri nikel. (tia)