JagatBisnis.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahun 2023 sebesar 2,61 persen. Angka ini merupakan inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir, kecuali pada tahun 2020 dan 2021 yang terdampak pandemi COVID-19.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan inflasi tahun 2023 menjadi rendah. Pertama, faktor base effect. Pada tahun 2022, harga BBM bersubsidi naik cukup signifikan. Hal ini menyebabkan inflasi tahun 2022 menjadi tinggi.
Kedua, faktor el nino. El nino menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah Indonesia, sehingga harga beras dan beberapa komoditas lainnya menjadi naik. Namun, koordinasi yang intensif dari berbagai pemangku kepentingan membuat tekanan inflasi ini bisa dikendalikan dengan baik di sisi suplai atau pasokan.
Ketiga, faktor kebijakan pemerintah. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan inflasi, antara lain melalui subsidi BBM dan LPG, serta kebijakan impor beras.
Berikut adalah rincian inflasi tahun 2023 per kelompok pengeluaran:
- Kelompok makanan dan minuman non-alkohol: 2,77 persen
- Kelompok transportasi: 0,83 persen
- Kelompok pakaian dan alas kaki: 2,24 persen
- Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga: 2,68 persen
- Kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga: 2,52 persen
- Kelompok kesehatan: 3,61 persen
- Kelompok pendidikan: 3,41 persen
- Kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya: 2,96 persen
- Kelompok komunikasi: 2,38 persen
- Kelompok jasa lainnya: 2,21 persen
Inflasi yang rendah merupakan kabar baik bagi masyarakat, karena dapat menjaga daya beli masyarakat. Namun, pemerintah tetap perlu memantau perkembangan inflasi ke depan, terutama jika terjadi gejolak harga komoditas global. (tia)