Macron Ogah Minta Maaf Atas Kebiadaban Kolonialisme di Aljazair

Presiden Prancis, Emmanuel Macron Foto: Bisnis.com

JagatBisnis.comPresiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan negaranya tidak merasa perlu meminta maaf atas penjajahan kejam yang pernah dilakukan terhadap Aljazair di era penjajahan (kolonialisme).

Berbicara kepada majalah berita Le Point, Macron menggambarkan hubungan Prancis-Aljazair sebagai subyek intim untuk semua orang, tapi topik traumatis bagi Aljazair. Sebelumnya, seorang mantan duta besar Prancis untuk Aljazair juga memperingatkan bahwa sentuhan lembut dengan Aljazair akan menyebabkan petaka bagi Prancis.

Prancis menginvasi Aljazair, yang saat itu pusat bajak laut di wilayah Kekhalifahan Turki Utsmani (Ottoman), tahun 1830, dan menghabiskan abad berikutnya dengan menetap di negara Afrika Utara itu. Ratusan ribu orang Prancis dan para kulit putih Eropa kemudian membanjiri Aljazair, membuka berbagai usaha. Salah satunya perkebunan anggur.

Baca Juga :   Prancis Desak Negara UE Terapkan Pengujian Covid-19 pada Wisatawan China

Kolonialisme itu memicu perlawanan Muslim yang dipadamkan dengan cara keji. Mereka yang melawan disiksa, dibunuh, dan ratusan ribu yang tidak tahan dengan kekejaman Prancis, terpaksa mengungsi. Pendudukan berakhir pada 1962 setelah 1,5 juta orang Aljazair terbunuh dalam perang kemerdekaan selama delapan tahun.

“Saya tidak perlu meminta maaf,” kata Macron. “Ada perang. Permintaan maaf atau tidak ada permintaan maaf, tidak akan memperbaiki apa pun.”

Meminta maaf, masih menurut Macron, tidak akan menyelesaikan keluhan Aljazair. Ia mengusulkan kedua negara membentuk komisi Bersama, terdiri dari sejarawan, untuk membahas kejahatan era kolonial tanpa tabu. Ia juga mengatakan Prancis mengakui bertanggung jawab atas beberapa episode brutal di masa lalu.

Baca Juga :   Prancis Sita Kapal Kargo Rusia

“Kita membawa masa lalu yang kita suka atau tidak,”kata Macron. “Saya pikir Aljazair tidak dapat memikirkan diri sendiri tanpa hubungannya dengan Prancis. Bahwa Prancis pun tidak dapat lagi memikirkan diri sendiri tanpa hubungan dengan Aljazair.”

Dua tahu lalu Macron membuat marah Presiden Aljazair, Abdelmadjid Tebboune, ketika mengutuk apa yang disebutnya kebencian terhadap Prancis yang dilembagakan di bekas tanah jajahan itu. Macron saat itu bertanya; “Apakah ada yang namanya bangsa Aljazair sebelum penjajahan Prancis?”

Pemimpin Prancis itu mengunjungi Aljazair, Agustus 2022 lalu, dan berjanji memperdalam hubungan bilateral keduanya. Perjalanan itu bertepatan dengan perebutan sumber energi baru di seluruh Eropa, setelah Uni Eropa mengembargo bahan bakar fosil Rusia.

Baca Juga :   Per 1 Januari, Apotek di Prancis Gratiskan Kondom bagi Anak Muda

Namun, Xavier Driencourt — mantan dubes Prancis untuk Aljazair — mengingatkan rekonsiliasi dengan pemerintah Tebboune akan menjadi sebuah kesalahan.

Dalam tulisannya di Le Figaro, Driencourt mengklaim bahwa berhubungan dengan Aljazair berisiko memvalidasi wacana anti-Prancis yang disuarakan Tebboune.

Ekonomi Aljazair saat ini terpuruk dan mendorong para lawan politik melarikan diri. Runtuhnya Aljazair akan membuat jutaan orang lari ke Prancis, karena banyak di antara mereka telah memiliki setidaknya satu anggota keluarga di Prancis.

Jika arus masuk orang Aljazair terjadi, Prancis pun cepat atau lambat akan runtuh. (tia)

MIXADVERT JASAPRO