Kebijakan Reformasi Fiskal Belum Terlihat, Proyek Tidak Prioritas Perlu Ditunda

JagatBisnis.com – Pidato Presiden Republik Indonesia Pengantar RAPBN 2023 dan Nota Keuangannya pada Rapat Paripurna DPR/MPR RI, pada Selasa (16/8/2022), mendapat catatan dari Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati.

Menurutnya perlu kerja keras untuk mencapai pendapatan negara pada tahun 2023 sebesar Rp2.443,6 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.016,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp426,3 triliun.

“Kebijakan reformasi fiskal di sisi penerimaan belum sepenuhnya terlihat hasilnya, penerimaan pajak tahun 2022 lebih banyak ditopang oleh tingginya harga komoditas dipasar Internasional. Maka, UU HPP diharapkan akan dapat melakukan optimalisasi pendapatan melalui, penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset, serta inovasi layanan, belum teruji hasilnya. Sehingga dikhawatirkan rasio perpajakan belum dapat meningkat signifikan dalam rangka untuk memperkuat ruang fiskal,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (17/8/2022).

Baca Juga :   RUU Ekonomi Syariah Diharap Dapat Memperkuat Sistem Ekonomi Syariah di Indonesia

Begitupula dari sisi belanja, anggota DPR Fraksi PKS ini mengumgkapkan, Belanja Negara dalam RAPBN 2023 direncanakan sebesar Rp3.041,7 triliun. Di antaranya, belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.230,0 triliun, serta Transfer ke Daerah Rp811,7 triliun, perlu ada skala prioritas dalam pengalokasiannya. Sehingga kebijakan spending better yang dijalankan belum sepenuhnya terlihat dalam belanja K/L selama ini. Bahkan belanja non-prioritas pemerintah jauh lebih besar dari belanja prioritas.

Baca Juga :   Politisi PKS: Ekonomi Islam Bisa Menjadi Alternatif Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi

“Hal itu karena kualitas belanja pemerintah belum terlalu signifikan perubahnnya, bahkan produktivitas belanja dalam menghasilkan multiplier effects yang kuat terhadap perekonomian, belum terlalu terasa. “Oleh sebab itu, Pemerintah perlu konsisten dalam menjalankan program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Dia memaparkan, defisit anggaran tahun 2023 direncanakan sebesar 2,85 persen terhadap PDB atau Rp598,2 triliun. Defisit anggaran tahun 2023 merupakan tahun pertama kembali ke defisit maksimal 3 persen terhadap PDB. Kembalinya angka defisit ke angka maksimal 3 persen tentunya akan mempersempit ruang fiskal Pemerintah pada tahun 2023.

Baca Juga :   Besok, Belasan Ribu Anggota dan Simpatisan PKS Bakal Putihkan Istora Senayan

“Oleh sebab itu, untuk menjaga pencapaian target 3 persen tersebut, pemerintah harus ketat menjaga kualitas belanja (spending better), terutama belanja-belanja yang selama ini tidak termasuk prioritas. Termasuk membuat skala prioritas belanja untuk proyek-proyek strategis nasional untuk ditunda pelaksanaanya,” tutup Anis. (eva)

MIXADVERT JASAPRO