Jangan Anggap Enteng Cacar Monyet Bisa Jadi Ancaman Pandemi

JagatBisnis.com –  Penyakit cacar monyet mulai menghantui masyarakat dunia. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) lebih dari 5.000 kasus cacar monyet telah dilaporkan di 51 negara. Organisasi saingan WHO, World Health Network (WHN) telah mendeklarasikan monkeypox atau cacar monyet sebagai pandemi.

Baru-baru ini, BBC menayangkan video seorang pria bernama Dan tertular cacar monyet pada awal Juni lalu, melalui sentuhan dengan orang lain. Dia menyebut, gejala awal yang dia rasakan adalah mual dan tubuh yang terasa sangat lelah. Tidak berapa lama, muncul ruam dan bintil-bintil kecil di sekujur tubuhnya yang terus membesar dan mengelupas.

“Setelah tertular cacar monyet, Anda baru tahu seberapa parah penyakit ini sebenarnya. Rasanya sangat sakit,” ujar Dan yang membagikan pengalamannya itu. Ia mengingatkan jangan menganggap enteng gejala penyakit ini.

Lonjakan Kasus di Dunia
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, hingga 22 Juni 2022 sudah ada 3.413 kasus cacar monyet yang dilaporkan di 50 negara di dunia, dengan satu orang meninggal dunia. Sementara menurut CDC lebih dari 5.000 kasus cacar monyet telah dilaporkan di 51 negara.

Baca Juga :   Cacar Monyet Berpotensi Tinggi Masuk ke Indonesia

Sedangkan pada awal Juli ini, kasus cacar monyet tumbuh subur di Eropa. Jumlah kasus baru tercatat meningkat 3 kali lipat di Eropa sejak 15 Juni menjadi lebih dari 4.500 kasus yang dikonfirmasi laboratorium. Direktur Regional WHO untuk Eropa, dr. Hans Kluge menyebut jumlah ini menyumbang hampir 90 persen dari semua kasus yang dikonfirmasi dan dilaporkan di seluruh dunia sejak pertengahan Mei.

“Sebanyak 31 negara dan wilayah di kawasan itu kini telah melaporkan setidaknya satu kasus cacar monyet,” katanya mengutip NPR, Minggu (3/7/2022). Inggris telah melaporkan lebih dari 1.000 kasus cacar monyet terbanyak di Eropa lalu diikuti oleh Jerman (838), Spanyol (736), Portugal (365), dan Prancis (350).

Afrika yang paling terkena wabah ini dengan tingkat kematian paling tinggi. Otoritas kesehatan di Afrika mengatakan, mereka memperlakukan wabah cacar monyet yang meluas di sana sebagai keadaan darurat. Hingga saat ini, negara-negara di Afrika telah melaporkan lebih dari 1.800 kasus yang dicurigai sepanjang tahun ini, termasuk lebih dari 70 kematian. Tetapi, hanya 109 yang telah dikonfirmasi di laboratorium.

Baca Juga :   Jangan Anggap Sepele, Cacar Monyet Bisa Menyebabkan Komplikasi

“Wabah khusus ini bagi kami berarti keadaan darurat,” kata Ahmed Ogwell, Direktur Pelaksana Pusat Pengendalian Penyakit Afrika, seperti dikutip dari Associated Press. “Kami ingin dapat mengatasi cacar monyet sebagai keadaan darurat sekarang, sehingga tidak menyebabkan lebih banyak rasa sakit dan penderitaan,” katanya.

Tak mengherankan, tingginya kasus cacar monyet mendorong WHN mendeklarasikan cacar monyet sebagai pandemi. Organisasi kesehatan, yang disebut ingin menyaingi WHO itu, mengumumkan status pandemi pada penyakit cacar monyet agar otoritas kesehatan segera melakukan langkah efektif secara global untuk mencegah bencana.

“Tidak ada pembenaran untuk menunggu pandemi monkeypox berkembang lebih jauh. Waktu terbaik untuk bertindak adalah sekarang. Dengan mengambil tindakan segera, kita dapat mengendalikan wabah dengan sedikit usaha, dan mencegah konsekuensi menjadi lebih buruk,” kata Yaneer Bar-Yam, salah satu pendiri WHN, dikutip dari situs resminya.

Baca Juga :   Kemenkes Siapkan Vaksin, Cacar Monyet Teridentifikasi di Jakarta

Menurut Presiden Institut Sistem Kompleks New England itu, penyebaran cacar monyet memerlukan tindakan berupa komunikasi publik dengan jelas dan tegas terkait gejala, pengujian, dan pelacakan penyebaran.

Pendiri WHN lainnya, Eric Feigl-Ding, seorang ahli epidemiologi menegaskan WHO seharusnya sudah mendeklarasikan status bagi cacar monyet. Ia menilai pandemi sebelumnya harus menjadi pelajaran sebab tindakan WHO kala itu dinilai terlambat bagi dunia.

“WHO perlu segera mendeklarasikan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)—pelajaran dari tidak segera mendeklarasikan PHEIC pada awal Januari 2020 harus diingat sebagai pelajaran sejarah tentang apa artinya tindakan terlambat pada epidemi bagi dunia,” kata Feigl-Ding.

WHN juga mendesak WHO untuk melakukan tindakan lebih dini agar memberikan dampak pemulihan yang cepat. “Semakin kita menunda, semakin besar kemungkinan dunia untuk lepas kendali atas penyebarannya,” ucapnya. (pia)

MIXADVERT JASAPRO