BPOM Diminta Kaji Ulang Masalah Pelabelan BPA

JagatBisnis.com –  Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta untuk mengkaji lagi secara mendalam wacana kebijakan pelabelan berpotensi mengandung Bisphenol A (BPA) untuk galon guna ulang dari semua sisi, baik kesehatan, ekonomi, dan persaingan usaha. Hal itu untuk menghindari terjadinya permasalahan baru yang merugikan pihak tertentu yang diakibatkan oleh kebijakan tersebut.

Asisten Deputi Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Perekonomian, Evita Mantovani, menyatakan, pihaknya perlu hadir secara objektif dalam penyelesaian wacana pelabelan BPA galon guna ulang. Hal itu sangat diperlukan agar saat diimplementasikan nanti, kebijakan itu bisa berjalan secara efektif dan efisien. Sehingga tetap bisa mendukung kondisi ekonomi di dalam negeri.

Baca Juga :   BPOM Didesak Buang Vaksin Kedaluwarsa Ganti dengan Vaksin Halal

“Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, baik oleh BPOM dan juga pelaku usaha terkait wacana kebijakan pelabelan BPA ini. Di antaranya aspek ekonomi, aspek kesehatan, aspek lingkungan hidup, serta terakhir aspek persaingan usaha. Ini semua perlu dikaji lagi secara lebih mendalam,” katanya, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (26/5/2022).

Dia menjelaskan, dari sisi ekonomi, misalnya, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah adanya potensi tambahan biaya sebesar Rp16 triliun seperti yang disampaikan pelaku usaha galon guna ulang. Selain itu, sisi tenaga kerja juga perlu diperhatikan. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industri galon guna ulang diperkirakan mencapai 40 ribu. Jika diasumsikan satu orang menanggung 4 anggota keluarga, itu artinya ada sekitar 160 ribu orang yang tergantung pada industri air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.

Baca Juga :   Polri Ikut Pantau BPOM Tarik Peredaran Beberapa Obat Jenis Sirop

“Inilah perhitungan yang kemudian menjadi pertimbangan kami melakukan analisa terhadap kebijakan tersebut. Kemudian estimasi kerugian sekitar 170 juta buah GGU PC (galon guna ulang Polikarbonat) itu bisa mencapai Rp6 triliun. Ditambah dengan biaya pengganti galon non GGU sekitar Rp10 triliun. Artinya, kebijakan pelabelan BPA ini apabila diterapkan berpotensi menimbulkan beban sebanyak Rp16 triliun tadi,” ungkapnya.

Baca Juga :   Selama Proses Kajian, BPOM Tak Gunakan Vaksin Astrazeneca

Sementara itu, Koordinator Fungsi Industri Pengolahan Susu dan Minuman Lainnya Kementerian Perindustrian Riris Marito menambahkan, pada prinsipnya regulasi dibuat untuk mengatur yang tujuannya memberi manfaat dan kebaikan untuk berbagai pihak. Regulasi yang mengatur industri juga harus memikirkan hal lain. Begitu juga dengan kebijakan pelabelan BPA, harus memperhatikan aspek lain yang dapat memberikan kemaslahatan bersama.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Marcellina Nuring menjelaskan, kebijakan pemerintah seharusnya hadir untuk mengatasi suatu masalah. Kebijakan juga harus bisa mencegah, membatasi, atau mendistorsi persaingan tidak sehat di dalam pasar. (eva)

MIXADVERT JASAPRO