Kasus Korupsi Minyak Goreng Sudah Dicurigai Sejak 2021

JagatBisnis.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha jadi tersangka kasus mafia minyak goreng atau pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Fasilitas ekspor CPO yang diberikan diduga kuat menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Akhirnya, 4 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan, kasus ini terungkap dari kelangkaan minyak goreng sejak awal tahun ini. Kelangkaan minyak goreng ini ironis sekali karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia. Setelah melakukan penyelidikan didapati adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian izin ekspor minyak goreng ke luar negeri.

“Kasus ini sudah diendus oleh pihak berwenang sejak awal tahun 2021 silam. Saat itu, Kementerian Perdagangan sudah mengambil aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) pada perusahaan penghasil minyak goreng. Kebijakan ini disusul dengan adanya Harga Eceran Tertinggi (HET) pada penjualan minyak goreng dalam negeri. Namun pelaksanaannya, perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO dan tetap diberikan persetujuan ekspor,” kata Burhanuddin Rabu (20/4/2022).

Baca Juga :   Kejagung Gelar Penyelidikan Terkaita Adanya Mafia Tanah di Cipayung

Dia memaparkan, setidaknya ada 19 saksi yang diperiksa dalam kasus ini, serta 596 dokumen juga diteliti hingga akhirnya pihak berwajib menemukan dua alat bukti cukup untuk dapat menetapkan tersangka dalam kasus ini. Keempat tersangka antara lain Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, Stanley dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Picare Tagore Sitanggang.

Baca Juga :   Sepanjang 2021, Kejagung Tangani 147 Ribu Perkara

“Para tersangka diketahui melakukan komunikasi aktif demi mendapatkan persetujuan ekspor meski seharusnya mereka tidak mendapatkan izin ekspor. Mereka terancam hukuman berupa penjara seumur hidup hingga hukuman mati. Karena kami memakai Pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidana dari penerapan pasal tersebut ialah penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. Ada pula ancaman hukuman denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” pungkasnya. (*/esa)

MIXADVERT JASAPRO