Pakar Otonomi Daerah: 272 Pejabat ASN Yang Akan Mengisi Kekosongan Jabatan Kepala Daerah Rentan Dipolitisasi

JagatBisnis.com –  Penyelenggara pemerintahan daerah menurut hukum dasar wajib dipilih (elected). Haram hukumnya bila diangkat (appointed), kecuali keadaan darurat, seperti kepala daerah dan wakilnya minta cuti kampanye atau di OTT KPK. “Dalam kasus itu bisa diangkat Pj dari ASN untuk waktu yang tidak lama,”ujar Prof Dr. Djohermansyah Djohan, pendiri Institut Otonomi Daerah (i-OTDA) dalam acara konfrensi pers dan Webinar kedua di Kopi Bangsa area Museum Satria Mandala – Pusjarah TNI di Jakarta, pada hari Jumat tanggal 18 Februari 2022.

Pernyataan Djohermansyah itu, sekaligus merespon statemen Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik,atas apa yang dilempar kepublik lewat media masa atas “Usulan Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Daerah Berpotensi Langgar Aturan”.

Atas dasar itu, memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023 hingga dilantiknya kepala daerah terpilih hasil pilkada serentak nasional 2024, sangat konstitusional.

Berbeda sekali dengan menunjuk atau mengangkat pejabat ASN alias pegawai negeri (appointed) yang nyata-nyata bukan hasil pemilihan rakyat. Apa lagi dalam waktu yang lama berbilang tahun, bahkan ada yang hampir 3 tahun.

Baca Juga :   WR hingga Ketua Senat Jadi Tersangka Kasus Suap Penerimaan Mahasiswa Baru

“Jumlah pejabat ASN yang akan diangkat sebagai kepala daerah itu juga sangat banyak. Jumlahnya mencapai 272 orang, serta ada pula peristiwa hajatan penting politik (pilpres, pileg dan pilkada) di mana ada fakta ASN rentan dipolitisasi,” papar Djohermansyah yang menganggap sangat riskan bila itu dilakukan.

Kepala daerah yang saat ini menjabat adalah hasil dari pemilihan langsung oleh rakyat pada tahun 2017 dan 2018. Mereka tetap dianggap memiliki legitimasi, seperti halnya suara suara partai-partai politik pengusung presiden untuk pemilu Februari 2024 yang akan datang tetap menggunakan perolehan suara pada pemilu April 2019 lalu.

Menurut Djohermansyah Djohan, pejabat ASN yang diangkat menjadi Pj Kepala daerah itu bukan dari hasil pemilihan rakyat, tetapi pengangkatan oleh eksekutif (Presiden/Mendagri). Jadi, sama sekali tidak memiliki legit dan lama masa jabatan kepala daerah tidak diatur di dalam Bab VI UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah. Tetapi diatur di dalam UU Pemda No 23/2014, dan ditegaskan di dalam UU PilkadaNo 10/2016. Masa jabatan kepala daerah lima tahun sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Prinsipnya seseorang jadi kepala daerah hanya boleh dua periode. Masa jabatan per periode lima tahun.

Baca Juga :   Rektor Unila Jadi Tersangka Kasus Suap Penerimaan Mahasiswa Baru

Bagaimana kalau terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah karena habis masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023? Hal ini lah yang menjadi pemikiran dan usulan pakar otonomi daerah dan hukum tata negara yang bersama sama mengusulkan pemerintah pusat, agar memperpanjang masa jabatannya ketimbang mengangkat PJ ASN yang penuh problem.

Pengaturan pemerintah lewat UU Pilkada No 10/2016, agar tidak terjadi vacuum of power satu haripun, diangkatlah (appointed) penjabat kepala daerah dari pejabat ASN dalam waktu yang cukup lama hingga dilantiknya kepala daerah terpilih hasil pilkada serentak nasional 2024, dan ini dianggap sesuatu yang tidak lazim, berpotensi jadi masalah di daerah dimana Penjabat ASN itu ditempatkan.

Baca Juga :   Terkena OTT KPK, Bupati Bogor Miliki Harta Rp4,1 Miliar

“Notabene mereka yang menjadi penjabat kepala daerah itupun bukanlah produk demokrasi dari pemilihan rakyat sesuai amanah konstitusi. Karena waktu yang dijabat Penjabat ASN inipun cukup lama, ini akan memiliki dampak dan masalah serius.” ujar Djohermansyah.

Menurut Djohermansyah yang menarik lagi di dalam UU Pilkada No 10/2016 itu masa jabatan kepala daerah hasil pilkada Desember 2020 yang baru dilantik tahun 2021 hanya sampai tahun 2024 alias dipotong lebih kurang dua tahun. Artinya, masa jabatan kepala daerah diperpendek gara-gara ada pilkada serentak nasional.

Ditahun 1999, masa jabatan anggota DPR dan DPRD hasil pemilu 1997 juga dipotong tiga tahun gara-gara pemilu pasca jatuhnya rezim Orba dipercepat ke tahun 1999. (dar)

MIXADVERT JASAPRO