Firli Bahuri: Usai Revisi UU KPK Jadi Lebih Kuat

Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi di Banjar,

JagatBisnis.com – Firli Bahuri mengungkapkan bahwa setelah revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 disahkan, lembaga KPK yang dipimpinnya semakin kuat. Sebab, kata dia, KPK menjadi rumpun eksekutif yang bekerja di bawah Presiden Jokowi.

“Pasca revisi UU KPK kami tambah kuat karena kami bekerja dalam sistem pemerintahan yang baik dalam membangun orkestra pemberantasan korupsi di bawah kepemimpinan Presiden,” kata Firli dalam keterangannya, Senin (27/12).

“Orkestrasi yang menyentuh semua kamar kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif dan partai politik,” sambung dia.

Hal tersebut bukan tanpa sebab. Firli mengatakan, pemberantasan korupsi tak bisa dilakukan sendirian. Begitu juga halnya KPK yang tak bisa bekerja sendiri.

“Mungkin mimpi itu pernah ada pada sebagian kalangan, tapi itu utopia. Kita sering menciptakan pahlawan dalam sistem pemberantasan korupsi, padahal sistem itu memerlukan integrator,” ucap Firli.

KPK, kata dia, harus menjadi integrator pemberantasan korupsi dengan mengedepankan fungsi pencegahan, koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan melaksanakan putusan hakim serta pengadilan yang telah memperoleh putusan hukum tetap secara berhasil guna dan berdaya guna.

Firli menyebut, hanya kebersamaan dan kesadaran yang bisa mensukseskan kerja-kerja KPK tersebut. KPK juga, kata dia, tak bisa bermain dalam ranah opini dan kepentingan politik.

“Melibatkan diri dalam permainan opini dan kepentingan politik akan menyebabkan lembaga ini tidak berdaya. Untuk terus menjadi lembaga yang mapan dan berdaya dalam pemberantasan korupsi, independensi lembaga dan setiap personal di KPK harus terjaga,” ucap dia.

“Penguatan kualitas sumberdaya manusia KPK juga akan terus dipastikan melalui keberadaan Dewan Pengawas sesuai UU No. 19 Tahun 2019,” sambung dia.

Di sisi lain, Firli meminta kepada masyarakat untuk terus memberikan masukan, koreksi, informasi dan pelaporan melalui kanal yang sudah disiapkan oleh KPK. Kerja-kerja lembaga antirasuah pun, kata Firli, dipastikan akan transparan.

“KPK di bawah kepemimpinan saya dan seluruh pimpinan sampai akhir periode kerja kami, akan bekerja sesuai rencana kerja lembaga dan amanah undang-undang,” ucap dia.

Selain itu, Firli juga bicara mengenai KPK yang akan terus bekerja agar terciptanya sistem pemberantasan korupsi yang ideal dengan sekurang-kurangnya melalui 3 tahapan.

Baca Juga :   KPK Setor Uang Pengganti Tubagus Chaeri Wardana Rp58 Miliar ke Kas Negara

Pertama adalah regulasi yang jelas; kedua adalah institusi yang terbuka, sehingga tidak ada lagi ruang gelap untuk melakukan korupsi, karena sesungguhnya transparansi merupakan ‘ruh’ demokrasi; ketiga adalah komitmen seluruh pemimpin K/L untuk menyatakan korupsi adalah musuh bersama.

Karenanya, lanjut Firli, pemimpin harus membangun sistem yang tidak akan pernah ramah dengan korupsi. KPK senantiasa terus mendampingi pembangunan sistem tersebut.

Saat ini, kata dia, KPK juga tetap konsisten dan fokus dengan penerapan konsep Trisula Pemberantasan Korupsi. Yakni pendidikan antikorupsi; mengedepankan upaya pencegahan dan monitoring; dan penindakan.

“Penindakan yang tidak sekadar pemidanaan badan, tetapi hal penting adalah pengembalian kerugian negara hingga perampasan aset hasil korupsi demi pemulihan kerugian negara,” kata dia.

Evaluasi dari ICW
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama dengan Transparency International Indonesia dan Pukat UGM melakukan evaluasi 2 tahun KPK di bawah Pimpinan Firli Bahuri dkk. Salah satu yang disoroti adalah mengenai penindakan terhadap aparat penegak hukum.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, selama 2 tahun dipimpin Firli dkk, KPK belum pernah mengusut kasus korupsi yang melibatkan penegak hukum di luar lembaga antirasuah. Padahal, KPK dalam undang-undang diberikan kewenangan untuk melakukan hal tersebut.

“Pasal 11 di dalam UU KPK itu, yang pertama kali disebutkan adalah menyelidiki, menyidik, menuntut aparat penegak hukum, baru penyelenggara negara,” kata Kurnia dalam konferensi pers ‘Evaluasi Dua Tahun Kinerja KPK dan Implikasinya Bagi Sektor SDA’ secara daring, Senin (27/12).

Selama dipimpin Firli Bahuri, KPK baru mengusut satu penegak hukum. Itu pun merupakan penyidiknya sendiri yang berasal dari Polri, AKP Stepanus Robin Pattuju.

Robin diduga menerima suap karena diduga mengamankan lima kasus di KPK. Nilainya mencapai belasan miliar rupiah.

“Karena memberantas korupsi yang ideal adalah harus dari penegak hukumnya sendiri. Tetapi KPK zaman Pak Firli, dari sepengetahuan kami, belum ada menindak penegak hukum di luar KPK tetapi baru menindak Saudara Robin mantan penyidik KPK,” ucap Kurnia.

Baca Juga :   Ini Isi Pertemuan 57 Pegawai KPK dan Polri

Padahal, kata dia, ada sejumlah kesempatan di mana KPK bisa menjerat penegak hukum. Sebut saja dalam kasus Djoko Tjandra, yang melibatkan setidaknya dua jenderal polri dan seorang jaksa.

KPK dinilai sangat bisa berperan dalam penuntasan kasus tersebut dan mengembangkannya. Tetapi memilih untuk tidak melakukan hal tersebut.

“Apakah ada kesempatan itu? tentu ada, dalam perkara Djoko Tjandra misalnya, sudah saya sampaikan, ada dua pimpinan tinggi Polri, satu jaksa, dan satu advokat,” kata Kurnia.

ICW Kritik OTT Hanya 6 Kali di 2021
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK anjlok. Pada tahun 2021, KPK disebut hanya melakukan operasi senyap sebanyak 6 kali saja. Jauh dibandingkan era kepemimpinan Agus Raharjo dkk.

“Di tahun 2021, KPK hanya melakukan 6 tangkap tangan. Tentu ini anjlok atau tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, 7 tangkap tangan,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers ‘Evaluasi Dua Tahun Kinerja KPK dan Implikasinya Bagi Sektor SDA’ secara daring, Senin (27/12).

Kurnia membandingkan dengan operasi senyap yang dilakukan di era pimpinan KPK sebelumnya. Pada 2016, kata dia, KPK melakukan OTT sebanyak 17 kali; 2017 sebanyak 19 kali; 2018 sebanyak 30 kali; dan 2019 sebanyak 21 kali.

“Jadi ada penurunan yang drastis dari angka tangkapan tersebut,” kata Kurnia.

Kurnia mengatakan, terdapat beberapa hal yang dapat dilihat dari turunnya operasi senyap yang dilakukan oleh lembaga antirasuah di bawah kepemimpinan Firli Bahuri dkk. Salah satunya, lanjut dia, terkait komitmen dari pimpinan KPK.

“Memang sejak awal bagi kami setelah mengamati dua tahun terakhir, upaya OTT KPK memang sejak pernyataan Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron, OTT ini selalu dijawab oleh KPK tidak bisa mengukur kinerja KPK dari OTT. Loh itu yang paling dirasakan,” kata Kurnia.

Jawaban KPK soal Kritikan OTT Anjlok
KPK memberikan tanggapan terkait evaluasi 2 tahun kepemimpinan Firli Bahuri dkk oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Pukat UGM dan juga Transparency International Indonesia (TII).

Baca Juga :   Menteri KKP Edhy Diamankan Bersama Keluarga

Diketahui salah satu yang disorot adalah soal kinerja penindakan khususnya operasi tangkap tangan (OTT) pada 2020 dan 2021 yang anjlok dari tahun-tahun sebelumnya.
Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, semua evaluasi itu akan menjadi masukan bagi lembaga antirasuah untuk bekerja lebih baik ke depan.

“Tentu ini jadi bahan evaluasi penyemangat bagi kami bekerja lebih baik, sekalipun kerja-kerja KPK bukan berdasarkan hasil survei dimaksud karena kita punya tugas pokok fungsi di mana dalam UU sudah jelas,” kata Ali dalam keterangannya di Gedung KPK, Senin (27/12).

Namun demikian, Ali menekankan kerja-kerja KPK bukan hanya terkait penindakan saja. Apalagi diukur hanya dengan operasi tangkap tangan (OTT).

“Sepanjang kemudian pemahaman kita semua pemberantasan korupsi fokus penindakan saya kira survei mana pun akan hasilkan hal yang sama, itu kemudian menjadi tugas dan tanggung jawab kami bagaimana kami sampaikan pemberantasan korupsi bukan hanya bicara penindakan apalagi dipersempit lagi bahwa KPK akan disebut gagal kalau tak lakukan OTT,” ucap Ali.

“Padahal tangkap tangan hanya bagian kecil, satu alat, satu wasilah, gitu ya bagaimana penindakan ini bekerja melalui penyelidikan tertutup, ada penyelidikan terbuka. Seperti itu,” sambung dia.

Ali mengatakan, tidak tepat apabila mengukur kinerja KPK dengan cara penindakan saja. Sebab, ada fungsi-fungsi lainnya yang juga dilakukan oleh lembaga antirasuah.

“Saya kira kacamata kita melihat KPK penindakan saja, saya kira tidak tepat karena sesungguhnya tadi pemberantasan korupsi upaya pencegahan, monitoring, koordinasi, supervisi, sampai penyidikan dan eksekusi putusan pengadilan, itu yang disebut pemberantasan korupsi. Jadi bukan hanya kemudian fokus pada penindakan saja,” ucapnya.

Ali pun menyampaikan apresiasi kepada kepada masyarakat yang sudah ikut mengawasi kinerja dari KPK. Semua masukan akan menjadi bahan perbaikan ke depan.

“Prinsipnya KPK apresiasi masyarakat termasuk yang berikan kritik dan survei-survei tadi ya, karena itu bagian evaluasi dan muhasabah bagaimana KPK menjalankan kerja-kerja terbaiknya,” pungkas Ali. (pia)

MIXADVERT JASAPRO