Utang Tembus hingga Rp100,6 Triliun, Garuda Sulit Diselamatkan

JagatBisnis.com – Terkait nasib PT Garuda Indonesia (Persero) tbk yang tersandera utang Rp100,6 triliun, ekonom muda dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira bilang sulit diselamatkan.

“Menurut saya sulit diselamatkan. Kalau diselamatkan, harganya terlalu mahal dan riskan. Pemerintah lebih baik bikin baru, tapi fokusnya harus diubah. Jangan full service lagi. Cukup layani rute domestik dan logistik,” papar Bhima pada Jumat (5/11/2021).

Kata dia, jumlah utang Garuda yang jatuh tempo, terlalu jumbo. Sehingga sangat sulit untuk diselamatkan. “Terlalu mahal selamatkan Garuda. Utangnya sudah mencapai Rp100 triliun. Ini akan terus bertambah,” papar Bhima.

Jika proses negosiasi yang golnya adalah restrukturisasi utang tetap dilanjutnya, Bhima tidak yakin bakal menyelesaikan masalah. Karena, problem utama Garuda terletak kepada beban operasional yang terlalu gemuk.

Baca Juga :   Ini Alasan Presiden Jokowi Pilih Carter Garuda Indonesia

“Misalnya, mengutip data Bloomberg, porsi sewa pesawat dibanding pendapatan Garuda mencapai 24,3 persen. Jauh di atas rata rata maskapai negara lain yang berkisar 5 persen hingga 8 persen,” tuturnya.

Alhasil, kata Bhima, opsi membailout utang Garuda, jelas-jelas bakal mengganggu keuangan negara. “Garuda belum tentu bisa comeback dengan dividen yang besar. Di sisi lain, negara harus keluar dana yang sangat besar. Itu jelas sulit sekali. Terlebih, pemerintah perlu alokasi dana lain yang lebih urgen di tahun 2022,” pungkasnya.

Baca Juga :   Diduga Ada Lobi-lobi untuk Selamatkan Garuda dari Uang APBN

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut utang Garuda semakin mencekik leher di angka US$7 miliar, atau setara Rp100,6 triliun. Utangnya terdiri dari beban pembayaran sewa pesawat terhadap lessor.

Menteri Erick mengatakan, perseroan kini sedang berupaya melakukan negosiasi dengan para lessor guna mendapatkan diskon atau dispensasi pembayaran. Sejauh ini, proses negosiasi terhadap 31 lessor masih berjalan.

“Negosiasi utang-utang Garuda yang mencapai US$ 7 miliar karena leasing cost termahal yang mencapai 26 persen dan juga korupsi lagi dinegosiasikan dengan para lessor. Meski demikian, kita tetap berusaha membuka opsi-opsi lain, paling tidak, agar bisa membantu pemulihan Garuda,” ujar Menteri Erick.

Baca Juga :   Ribuan Karyawan Garuda Terkena PHK

Jumlah utang Garuda ini, lebih besar daripada angka sebelumnya. Pada Mei 2021, utang jatuh tempo Garuda mencapai US$4,9 miliar atau setara Rp70 triliun. Sementara total utang Garuda mencapai Rp140 triliun.

Di tengah usaha restrukturisasi Garuda Indonesia, Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas mengkaji berbagai kemungkinan opsi untuk memulihkan bisnis penerbangan. Upaya itu bertujuan agar maskapai nasional bisa tetap bertahan di tengah gempuran utang.

Salah satu strateginya, Garuda mulai berfokus terhadap rute penerbangan domestik. Garuda memulai kerja sama dalam bentuk code sharing dengan maskapai Emirates untuk melayani penerbangan internasional. (pia)

MIXADVERT JASAPRO