Ketersediaan Minyak Goreng Dalam Negeri Aman

JagatBisnis.com – Harga minyak goreng mengalami kenaikan dalam sepekan terakhir di sejumlah wilayah di Indonesia. Rata-rata harga minyak goreng kemasan merek 2 masing-masing naik 0,28 persen menjadi Rp18.050 per kg dan Rp17.600 per kg. Namun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum akan memberikan intervensi ke harga minyak goreng. Karena saat ini, langkah intervensi masih dipetakan bersama pelaku usaha.

“Kami masih bahas bentuk intervensinya. Karena saat ini koordinasi antara pemerintah dengan pelaku usaha lebih fokus pada ketersediaan pasokan minyak goreng ketimbang penurunan harga,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, Sabtu (6/11/2021).

Dia menjelaskan, ketersediaan pasokan minyak goreng kemasan sederhana bisa dipastikan aman sampai Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Adapun, stok minyak goreng dalam negeri saat ini sebanyak 628 ribu ton. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk 1,5 bulan ke depan.

Baca Juga :   BUMN Diminta Gelontorkan 3,7 Juta Liter Minyak Goreng ke Masyarakat

“Jadi, saat ini yang terpenting adalah ketersedia pasokan di dalam negeri. Walau harganya mengalami kenaikan. Saar ini rata-rata harga minyak goreng kemasan mengalami kenaikan 0,28 persen menjadi per kg,” tegasnya.

Baca Juga :   Mendag Zulhas Turun ke Pasar di Hari Pertamanya Kerja

Dia menjelaskan, pihaknya juga memantau agar tidak semua minyak sawit mentah (crude palm oils/CPO) diekspor ke luar negeri. Dengan begitu, ada kecukupan untuk kebutuhan domestik. Karena tingginya harga minyak goreng saat ini terjadi karena harga CPO meningkat di pasar internasional.

“Peningkatan terjadi karena ada gangguan pasokan di dunia untuk bahan baku minyak nabati lain. Sehingga permintaan CPO meningkat. Seperti Kanada dan Argentina sebagai pemasok canola oil terjadi gangguan panen. Maka, produksinya turun sekitar 7 persen dan menyebabkan turunnya pasokan dunia,” bebernya.

Baca Juga :   Ekspor CPO dan Minyak Goreng Akan Kembali Dibuka

Selain itu, lanjut dia, ada penurunan produksi CPO di Malaysia sekitar 8 persen. Hal itu terjadi karena Malaysia kekurangan tenaga kerja di tengah pandemi Covid-19. Masalah lain, datang dari krisis energi di China, India, hingga Eropa akibat peningkatan permintaan. (*/eva)

MIXADVERT JASAPRO