Terlilit Hutang hingga Rp70 Triliun, Garuda Terancam Bangkrut

JagatBisnis.com – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dililit utang Rp70 triliun, sulit diselamatkan. Kalau pailit, bagaimana nasib Chairul Tandjung (CT), pemilik Trans Corp yang dulu menjadi orang dekat SBY saat menjadi Presiden, pasca Garuda go public, menjadi pemegang saham terbesar kedua.

Pengamat penerbangan Alvin Lie bilang, menyelamatkan Garuda, bergantung pemerintah. Mau diselamatkan atau pailit, resikonya sama-sama berat. “Kalau jadi pailitkan, yang kena bukan hanya Garuda tetapi Kementerian BUMN juga. Kok Kementerian BUMN tidak mampu selamatkan BUMN. Dibiarkan begitu saja. BUMN lain bakal terpengaruh juga. Tapi, diselamatkan juga ada untung dan ruginya,” ungkap Alvin di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

Mantan Ombudsman RI ini mengatakan, utang yang melilit Garuda terlanjur gede. Pada Juni 2021, utang Garuda tercatat US$4,9 miliar. Atau setara Rp70 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar Rp1 triliun per bulan, karena terus menunda pembayaran kepada lessor dan kreditur lainnya. Tumpukan utang tersebut disebabkan pendapatan yang tidak bisa menutupi operasional. “Belum lagi utang Garuda ke BUMN lainnya, seperti Pertamina dan Angkasa Pura,” ungkap Alvin.

Saat ini, kata Alvin, bolanya berada di tangan pemerintah. Upaya restrukturisasi atas utang Garuda yang menggunung, tidaklah mudah diputuskan. “Tentunya kreditur perlu kepastian. Kalau dicicil, bayarnya berapa? Kapan? Tenornya berapa lama? Kalau berat, mereka bisa saja tidak mau,” tuturnya.

Baca Juga :   Negosiasi Utang Garuda Indonesia Berlangsung Alot

Namun, kata Alvin, menyelamatkan Garuda bukan pula urusan gampang. Karena, perlu dana besar untuk menalanginya. Saat ini, pemerintah tengah menghemat pengeluaran, membuat peluang penyelamatan Garuda semakin kecil. “Sekarang bukan ke Menteri BUMN tapi Menteri Keuangan. Sri Mulyani pernah janji mau suntik dana Rp8 triliun. Namun sampai sekarang hanya cair Rp1 triliun,” kata mantan Anggota DPR dari PAN ini.

Dari sisi bisnis, menurutnya, Garuda benar-benar sempoyongan. Meski langkah efisisensi telah dilakukan, pendapatannya masih saja tekor. Karena itu tadi, pengeluaran lebih besar. “Dari sisi bisnis, menyelamatkan Garuda memang tidak logis. Tetapi pemerintah kan punya itung-itungan lain. Dari sisi politik, misalnya,” pungkas Alvin.

Nah, kalau Garuda jadi pailit, berdampak pula ke pemegang saham juga. Jangan lupa, Chairul Tandjung (CT) punya andil lumayan signifikan. Melalui PT Trans Airways, pemilik CT Corp ini menggenggam 28,26% saham Garuda. Sementara pemerintah memiliki 60,54%, sisanya yang 11,2% adalah saham publik.

Berdasarkan data, pada 6 Mei 2021, PT Trans Airways memborong 635.739.990 lembar saham Finegold Resources di Garuda. Kala itu, CT menggelontorkan dana sebesar Rp317,23 miliar sebagai maharnya. Harga pelaksanaan senilai Rp499 per saham.

Baca Juga :   Utang Tembus hingga Rp100,6 Triliun, Garuda Sulit Diselamatkan

Saat Garuda masuk Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 11 Februari 2011, Chairul Tanjung memang sudah kepincut untuk membenamkan duitnya di maskapai ini. Benar saja, pada 2012, CT membeli 10,88% saham Garuda, senilai Rp1,53 triliun.

Lalu, berapa kira-kira kerugian yang dialami CT dari salah investasi di Garuda? Peter Frans Gontha, mantan perwakilan CT di Garuda, pernah menghitung, angkanya mencapai Rp11 triliun.

Peter menyebutkan, investasi saham CT di Garuda mencapai US$350 juta dengan porsi saham 28 persen. Sembilan tahun lalu, CT membeli saham Garuda dengan harga Rp620 per lembar. Kini, harganya terjun bebas di kisaran Rp200-an.

“Beli total US$ 350 juta nilai tukar Rp 8.000. Sekarang nilai tukar sudah Rp 14.500, ada perbedaan rate Rp6.500. Kerugian adalah US$350 juta x Rp 6.500 = Rp 2,275 triliun. Pembulatan Rp2,3 triliun,” kata Peter.

Di sisi lain, kerugian terjadi dari penurunan ekuitas, ditaksir Rp5,1 triliun. “Investasi US$ 350 juta dikali RP14.500 sama dengan Rp5,075 triliun. Dibulatkan Rp5,1 triliun,” imbuh Peter.

Baca Juga :   Kejagung Selidiki Korupsi Penyewaan Pesawat Garuda Indonesia

Kerugian investasi CT karena selisih nilai tukar dan penurunan nilai ekuitas Garuda, mencapai Rp7,4 triliun. Sementara, kerugian dari bunga simple interest atau bunga sederhana 4 persen, senilai US$14 juta per tahun.

“Bunga simple interest 4 persen, kalau US$ 350 juta x 4 persen sama dengan US$ 14 juta per tahun. Selama 9 tahun US$ 126 juta atau dengan memakai nilai tukar US$ Rp 14.500 sama dengan Rp 1,8 triliun,” ujar Peter.

Sehingga, total kerugian CT di maskapai pelat merah mencapai Rp 9,2 triliun. Bila diasumsikan dengan selisih antara nilai arus kas atau NPV, total potensi kerugiannya mencapai Rp11,2 triliun. “Itulah kenapa saya bilang Rp 11 triliun karena saya hitung NPV US$350 juta, yah kira-kira oportunity loss,” katanya.

Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengakui, utang Garuda Rp70 triliun, sulit diselamatkan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Upaya restrukturisasi utang dengan kreditur dan perusahaan penyewa pesawat (lessor), menjadi satu-satunya jalan yang diharapkan menjadi solusi.

“Kalau mentok (restrukturisasi) ya kita tutup, tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai hutangnya terlalu besar,” ujar Tiko, sapaan akrabnya. (pia)

MIXADVERT JASAPRO