DPR: Pemerintah Harus Tegas Terhadap Kampanye Negatif LSM Lingkungan

JagatBisnis.com-Kampanye negatif LSM lingkungan terhadap sektor kehutanan Indonesia akan merugikan kepentingan ekonomi nasional. Tekanan LSM dilakukan dengan cara menuntut organisasi pengelolaan hutan lestari, seperti Forest Stewardship Council (FSC) untuk menghapus keanggotan perusahaan kayu asal Indonesia. Sehingga produk alam di negara berkembang seperti Indonesia terus dihambat oleh berbagai kebijakan dagang dan kampanye negatif LSM.

“Disinilah, Indonesia harus berani tegas terhadap kampanye negatif LSM yang mengganggu kepentingan ekonomi nasional. Apalagi, banyak LSM yang mengintervensi pembangunan dan sumber daya alam negara berkembang. Sehingga kedaulatan bangsa ini tidak boleh diganggu oleh kepentingan di dalam dan luar negeri,” kata Firman Subagyo, Anggota Komisi IV DPR RI, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (26/7/2021).

Makanya, politisi Golkar ini meminta agar pemerintah Indonesia harus berani bertindak tegas terhadap kampanye yang mengganggu kepentingan nasional. Seperti, Phil Aikman, salah satu aktivis LSM Mighty Earth dari Amerika Serikat, sering membuat kampanye negatif terhadap industri sumber daya alam Indonesia. Namun hingga saat ini, belum ada tindakan tegas dari pemerintah. Padahal dia sudah sering keluar masuk negara ini.

Baca Juga :   DPR Sesalkan Permasalahan DAK Terus Berulang  

“Indonesia harus dapat mencontoh pemerintah India dan Brazil yang bisa menindak tegas LSM asing di negaranya. Bahkan, hingga saat ini pemerintah Brasil tidak pernah memberikan pengakuan bagi Greenpeace. Seharusnya, Indonesia juga bisa melalukan hal itu karena sudah mengganggu kepentingan nasional,” ujar Firman.

Dia menjelaskan, pemerintah harus bisa melarang LSM asing beroperasi di Indonesia tanpa ada akuntabilitas dan transparansi. Sehingga LSM tersebut bisa mempertanggungjawaban sikap, tindakan, keputusan lembaganya kepada publik, termasuk dalam soal pendanaan. Apalagi, dana yang diterima dari luar dengan agenda tertentu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Biro Konsultasi Hukum & Kebijakan Kehutanan, Sadino, menambahkan, isu pembangunan sangatlah seksi bagi kampanye LSM. Apalagi, kampanye LSM menentang pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam di Indonesia. Padahal tanpa aktivitas ekonomi, bagaimana bisa membangun dan menyejahterakan masyarakat Indonesia.

Baca Juga :   Mulan Jameela Kritik Pemerintah soal Penggunaan Kompor Listrik

“Lebih jahat lagi, LSM itu menghambat pembangunan di daerah yang sedang membangun. Karena sama saja membiarkan masyarakat setempat tidak bisa berkembang dan semakin tertinggal,” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Kehutanan, Petrus Gunarso, mengungkapkan, lembaga sertifikasi kayu seperti FSC ataupun PEFC memang dibentuk untuk memenuhi tuntutan pembeli di luar negeri. Masing-masing membuat standar dan skema sertifikasi yang berbeda-beda. Di dalam negeri juga ada sertifikasi serupa, seperti Lembaga Ekolabel Indonesia dan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu).

“Di pasar internasional, perusahaaan kayu dari negara berkembang seperti Indonesia diminta untuk memenuhi standar negara pembeli seperti Eropa. Itu sebabnya, berdirilah lembaga seperti FSC yang menerbitkan logo dagang produk kayu. Masalahnya, pelaku bisnis di negara berkembang dibuat ruwet karena harus memenuhi kriteria sustainability yang berbeda di antara lembaga sertifikasi kayu.
Jadi, belum ada kriteria yang dibuat untuk standar internasional melalui ISO,” bebernya.

Baca Juga :   Pernah Dipalak DPR untuk THR, Begini Cerita Dahlan Iskan

Menurutnya, sertifikasi ini bagian dari strategi dagang. Perusahaan kayu diminta punya sertifikasi oleh pembeli di luar negeri. Kendati sifatnya voluntir. Tapi kalau tidak punya sertifikatnya berakibat kesulitan masuk pasar ekspor. Tak heran, beberapa lembaga sertifikasi hutan melibatkan jejaring LSM, baik internasional dan lokal supaya perusahaan mempunyai sertifikat hutan lestari.

“Kredibilitas lembaga sertifikasi seperti FSC dipertaruhkan apabila menerima mentah-mentah hasil investigasi LSM. Karena FSC harua melakukan verifikasi lapangan juga. Jangan langsung menerima dan sepakat dengan laporan LSM. Karena perusahaan kayu yang menjadi anggotanya telah bayar mahal (sertifikasi),” tutup Petrus. (eva)

MIXADVERT JASAPRO