Bahkan, Yusuf menambahkan 39,7 persen responden mengaku rela membeli lebih mahal rokok pilihannya, yang di masa pandemi harganya meningkat.
Turunnya penghasilan secara drastis dan membuat semakin miskin, ternyata mempengaruhi perilaku perokok si miskin. Sebesar 21,2 persen responden menurunkan pengeluaran rokok-nya di masa pandemi, meski hal ini tidak selalu berimplikasi pada turunnya konsumsi rokok.
“Mereka diantaranya mengaku pada masa pandemi beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah. Berpindah ke rokok murah membuat perokok miskin mempertahankan kuantitas konsumsi rokoknya dengan pengeluaran yang lebih rendah,” tutur Yusuf.
Krisis tidak mampu membuat si miskin mengurangi konsumsi rokok-nya, terlebih berhenti darinya. Di tengah kondisi ekonomi yang kian terpuruk pun, perokok miskin tetap keras berusaha untuk dapat terus merokok.
Discussion about this post