Menurutnya, dugong termasuk penjelajah lambat yang berenang di bawah 10 km/jam. Selain itu, dugong juga sering muncul di permukaan dan hanya dapat bertahan di dalam air selama 12 menit. Makanya, sesuai instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, untuk keberlanjutan biota laut dan kesejahteraan bagi nelayan adalah unsur yang sama penting dan perlu diutamakan.
“Makanya, kami bersama masyarakat melakukan pencatatan kemunculan dugong secara detail. Pencatatan itu meliputi tanggal, waktu, koordinat lokasi, detail lokasi, gambaran umum lokasi, jumlah, deskripsi dan dokumentasi. Pencatatan diperlukan untuk mengetahui pola kemunculan dugong dan untuk membuat kebijakan pemerintah dalam konservasi dugong,” ungkapnya.
Menurutnya, upaya konservasi dugong telah dilakukan untuk merespon penanganan anak dugong yang tidak sengaja tertangkap nelayan pada 27 Mei 2015 silam di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru. Selain itu, penanganan dugong mati dan terdampar pada 22 Januari 2016 di Desa Tanjung Tengah, Kotabaru, Kalimantan Selatan. (eva)
Discussion about this post