Peran Orang Tua Sangat Penting di Tengah Pembelajaran Anak Jarak Jauh

JagatBisnis – Pembelajaran Jarak Jauh sudah berjalan berbulan-bulan, hal ini cenderung membuat anak bosan, jenuh bahkan menemui tingkat stres di tambah kurang dukungan dari peran orang terdekat seperti orang tua, kakak maupun saudaranya. Di kota-kota besar yang saat ini dihadapi para anak-anak ialah peran orang tua dalam menjaga maupun mendampingi saat pembelajaran jarak jauh. Sebagian di kota besar seperti Jakarta, Bandung bahkan Surabaya, orang tua sibuk untuk bekerja bahkan anak belajar di rumah turut menjadi beban orang tua selama pandemi ini. Jumat (09/10)

Menurut Jenehara Nasution yang juga influencer, “Peran orang tua sangat penting dalam memecah kebosanan anak-anak selama belajar di rumah. Bahkan saya sering ajak anak-anak untuk jalan-jalan dahulu dalam mengurangi rasa bosan”.

Di sisi lain Rina Fatimah sebagai Direktur SMART Edunesia DD mengatakan, “Di Dompet Dhuafa sendiri ada tiga sekolah formal yang kami kelola yakni Smart Ekselensia, Sekolah Al Syukro, dan Sekolah Semen Cibinong, selama Program Pembelajaran Jarak Jauh dari bulan Maret, tantangan pemahaman digital hal yang harus dijalanani oleh para guru-guru untuk memulai pembelajaran online. Di awal-awal guru di berikan pelatihan terkait tool-tool tersebut, kemapuan belajar guru pun menjadi pembeda. Kita juga menyiapkan learning community diantara guru. Penyesuaian metode, meteri maupun kurikulum pembelajaran harus dilakukan oleh para guru ke murid”.

Pembelajaran jarak jauh tidak hanya berdampak pada sosok guru-guru, namun juga anak-anak secara psikologi yang belum siap menerima metode ini, di waktu yang bersamaan Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto sebagai Psikolog Anak mengatakan, “menganjurkan jangan belajar jarak jauh, belajar jarak dekat dengan ayah dan bunda. Belajar di rumah, materi belajar dari guru disampaikan ke orang tua lalu ke anak dengan gaya masing-masing yang penting kompetensinya jadi inti dari kurikulum itu terpegang dengan lima inti, etika, estetika, ilmu pengetahuan, tekhnologi, nasionalisme dan kesehatan. Itu yang disampaikan dengan cara ramah anak, kreatif hingga penuh persahabatan”.

Baca Juga :   Warga Garut Dapat Bantuan Layanan Gizi dan Kesehatan Dari Dompet Dhuafa dan Komunitas Muslim Indonesia di Selandia Baru

“Yok kita bermain, dunia anak adalah dunia bermain, melalui bermain kita belajar, dari etika, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi hingga kesehatan. Semua harus siap menjadi guru sehingga siap menjadi sahabat anak. Kurikulum harus disesuaikan, bahwa kondisi saat ini tidak usah mengejar target kurikulum. Pemahaman sehat tidak hanya sehat fisik, maupun sehat jiwa. Marilah anak-anak diperlakukan sebagai teman. Demi kepentingan terbaik bagi anak bukan kepentingan orang tua, jiwa anak ini harus di jaga,” lanjut Seto Mulyadi.

“Data dari YLBHI hingga KPAI angka kekerasan pada anak meningkat, baik kekerasan psikologi, kekerasan fisik maupun seksual, ini justru dilakukan oleh orang-orang terdekat. Ini harus diperlukan kewaspadaan kita semua demi masa depan anak. Maka itu kita harus menjaga kesehatan jiwa atau mental kita,” tambah Seto Mulyadi.

Sementara itu Nina Septiani dengan dua anak yang juga influencer, “jadi pertengahan tahun saya merasa sekolah tidak efektif dan sekolah dibawa kerumah tanpa ada bimbingan, saya juga emosi dengan menumpuk tugas di rumah. Akhirnya pada saat awal tahun sempat diskusi ke sekolahnya. Jangan terpakem pada kurikulum, karena diusia taman kanak kanak belum bisa fokus ke gawai. Tambahan biaya kuota bahkan tambahan waktu bagi orang tua untuk memperhatikan anak dalam belajar di rumah”.

Baca Juga :   Camat Sunggal Luncurkan Program Bedah Rumah Bersama DD Waspada

“Saya bahkan mengajak anak saya sampai ke lokasi kerjaan, dan saya pun mengalami proses pembelajaran seperti ini ambil sisi positifnya saja. Bagi anak tahun ini saya tidak mau mengejar akademik,” lanjut Gysta Thalib.

“Kementerian pendidikan sudah mengajarkan tidak perlu capaian kurikulum, ini masih oke coba di pulau-pulau yang tidak tersentuh virtual dengan beragam kendala. Target anak senyum setiap hari itu aja,” ujar Seto Mulyadi.

“Tips-tips bagi wanita yang pekerja, bahkan single parent dengan rasa syukur, ketika dari bangun tataplah wajah ibu, dan senyum didepan kaca. Senyum adalah kekuatan dalam membangun energi positif. Menjaga kesehatan dengan senyum, dengan hidup gembira (Gerak dengan berolahraga, Emosi dikontrol dengan komunikasi bersama, Makan bergizi di tengah pandemi ini, jangan lupa Bersyukur, Istirahat berkualitas seperti tidur berkualitas, isitrahat ngomel, maupun sifat negatif-negatif, Rukun dalam keluarga, Aktif berkarya,” lanjut Seto Mulyadi.

Sehingga dengan prinsip gembira, membuat keseimbangan dalam belajar menghadapi permasalah dan selalu belajar positif. Mendidik anak bukan hanya peran ibu, namun bisa seluruh anggota keluarga bahkan saudara dalam mendidik maupun menjaga anak. Tapi ketika sudah weekend, semua waktu kuantitas maupun kualitas harus tercurahkan kepada anak.

Baca Juga :   Dompet Dhuafa Hadirkan Dapur Keliling Di Tengah Vaksinasi Massal

Hal ini juga diungkapkan oleh Influencer, Citra Natasya dan bertanya ke Seto Mulyadi, “Lama belajar online, membuat saya khawatir bagi anak saya ketika masuk sekolah kembali akan mengalami ketakutan ketemu orang baru maupun situasi baru ketika masuk sekolah lagi, bagaimana tipsnya agar anak saya tidak canggung saat masuk sekolah kembali dari Kak Seto?”.

“Ternyata anak saya usia 8 tahun, masuk kelas 3, saya ada khawatir takut tertinggal secara akademis, misalnya anak saya ketika belajar daring, namun saat saya lihat layarnya malah menyaksikan YouTube. Jadi sampai saat ini anak saya belum bisa fokus untuk belajar secara daring,” ujar Nita Nurul yang juga influencer.

“Memang harus intensif secara komunikasi baik secara tatap muka dengan protokol kesehatan maupun dengan layar dengan mempertemukan rekan-rekan sekolahnya, hal ini untuk mengurangi rasa canggung anak-anak ketika nanti masuk sekolah kembali. Jadi yang penting adalah pemahaman belajar, anak senang belajar,” jawab Kak Seto.

“Saya sangat suka dengan sesi ini, karena sebagai pengelola sekolah dengan sharing ini menjadi masukan dan evaluasi dengan kami. Jangan-jangan Jadi kita masih berfokus pada kurikulum, padahal sebenarnya kami sedang berusaha kurikulum menyesuaikan dan tidak kejar target. Menyediakan pembelajaran yang gembira, karena dengan suasana seperti itu anak-anak bisa belajar dengan baik. Bagaimana kami bisa menjadi sahabat bagi orang tua dan membangun komunikasi yang optimal, untuk membangun anak-anak untuk tumbuh dengan baik di tengah pandemi ini,” tutup Rina Fatimah. (srv)

MIXADVERT JASAPRO