Bola Ganjil: Derby Berdarah di Belfast, Lemparan Batu Berbalas Timah Panas

Marco Materazzi (kiri) dan Rui Costa (kanan) di tengah panasnya derby Milan.

jagatBisnis.com – Derby dalam sepak bola memiliki makna lebih dibanding pertandingan lainnya. Ada bumbu ekstra yakni pertaruhan gengsi daerah.

Hasilnya adalah laga penuh drama. Tim siap menempuh berbagai cara untuk berjaya. Di sini kemenangan menjadi harga mati.

Itu baru bicara di dalam lapangan. Di luar, kehadiran suporter masing-masing tim membuat tensi pertandingan semakin panas.

Salah satu derby terhebat melibatkan Boca Juniors dan River Plate. FourFourTwo menyebutnya sebagai derby terbesar di dunia pada 2016, klaim yang didukung Daily Telegraph dan Daily Mirror.

Sementara The Observer menempatkan partai bertajuk Superclasico ini di puncak daftar 50 ajang olahraga yang harus disaksikan sebelum kita mati.

Membicarakan derby, mari mengenang salah satu episode terburuk sepanjang sejarah. Peristiwa berlangsung di Belfast, Irlandia Utara, pada 1920.

Masyarakat negara tersebut pada dasarnya sudah saling membenci sehingga tercipta konflik sektarian. Suasana bertambah panas karena Irlandia sedang tengah berseteru menuju negara bebas yang berdiri pada 1922 hingga 1937.

Awal Mula

Pertandingan berlangsung di Stadion Solitude, markas Cliftonville FC. Berlangsung laga ulangan antara Glentoran dan Belfast Celtic pada semifinal Piala Irlandia.

Baca Juga :   Meninggalnya Maradona Jadi Trending di Twitter

Pada mayoritas waktu, partai berlangsung datar tidak seperti derby biasanya. Sebelum akhirnya kekacauan meledak akibat keputusan wasit 10 menit sebelum pertandingan usai.

Penyerang Glentoran Gowdy dijatuhkan dari belakang oleh Barrett ketika menerobos sendirian menuju gawang. Wasit kemudian mengusir Barrett.

Sekelompok suporter Celtic tidak terima keputusan itu dan masuk lapangan. Aparat keamanan berhasil melindungi wasit dan pemain. Namun, pendukung Glentoran menunjukkan reaksi berbeda. Mereka melempar batu ke fans lawan.

Kerusuhan Meledak

Apa yang terjadi kemudian tidak ada yang menduga dan membuat kondisi makin kacau. Seorang suporter Celtic kesal setelah terkena batu. Dia kemudian mengeluarkan senjata api dan menembak membabi buta ke arah suporter Glentoran.

Baca Juga :   Pintu Kembali ke Barcelona Terbuka bagi Pep Guardiola

Pendukung panik dan kalang kabut menyelamatkan diri. Masalahnya, pintu keluar tidak dibangun untuk menghadapi serbuan massa. Akibatnya tubuh suporter saling terhimpit dan menumpuk.

Sang penembak terkejut menyadari konsekuensi tindakannya. Dia lari menuju ujung stadion lain, sebelum diamankan polisi. Sebanyak 50 aparat kemudian membentuk lingkaran kecil di tengah lapangan dan mengurung pelaku di sana untuk menyelamatkannya dari amukan massa.

Kerusuhan tetap terjadi di berbagai penjuru stadion. Polisi menggunakan tongkat demi mengusir suporter dari lapangan. Aparat juga mesti mengusir pendukung Glentoran yang menunggu di luar stadion untuk membalas dendam.

Setelah beberapa waktu, petugas akhirnya berhasil mengosongkan jalan keluar. Mereka kemudian membawa penembak ke penjara. Namun, perkelahian di luar stadion berlangsung selama enam jam.

Beberapa hari berselang, sang penembak dibawa ke pengadilan dan divonis penjara delapan bulan. Hukuman yang tergolong ringan tapi kemungkinan dipengaruhi pertimbangan politis.

Mukjizat, Tidak Ada Korban Jiwa

Yang luar biasa dari ulah penembak adalah tidak adanya korban jiwa dan ‘hanya’ berujung empat korban cedera serius. Seorang sersan polisi terluka karena peluru mengiris tenggorokannya.

Baca Juga :   5 Ilustrasi 'Manusia Kaca' Sepak Bola yang Bikin Kasihan

Penonton berusia 18 tahun menderita akibat pelor mengiris pelipisnya. Sementara dua suporter lain terkena timah panas di tangan dan kaki.

Kerap Terlupakan

Merupakan keajaiban kerusuhan di Cliftonville tidak menjadi musibah olahraga terbesar sepanjang sejarah Irlandia. Terlebih peristiwa ini mengombinasikan senjata api, penonton yang terhimpit, stadion bobrok, serta kerusuhan yang berlangsung berjam-jam.

Peristiwa ini bahkan kerap dilupakan karena insiden lain yang terjadi tujuh bulan kemudian. Sebanyak 14 warga sipil tewas akibat aksi tentara Inggris padda pertandingan sepak bola Gaelik (olahraga yang mengombinasikan sepak bola, basket, dan rugbi) di Croke Park, Dublin. (ser)

MIXADVERT JASAPRO