Penyalahgunaan Dana, Polisi Dalami 10 Perusahaan Cangkang ACT

Ilustrasi Logo ACT. Foto: Okezone

JagatBisnis.com – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipisiber) Bareskrim Polri mendalami 10 perusahaan cangkang yang diduga sengaja didirikan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk menampung penyelewengan donasi.

Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji menyebut, 10 perusahaan cangkang itu bergerak di sejumlah bidang yang beragam. Mulai dari investasi, finance, retail hingga logistik.

“Bervariasi, ada perusahaan investasi, finance, perdagangan retail, bidang digital, periklanan, EO, pengadaan logistik, ada yayasan-yayasan, dan lain-lain,” kata Andri, Selasa (26/7/2022).

10 perusahaan cangkang antara lain PT Sejahtera Mandiri Indotama, PT Global Wakaf Corpora, PT Insan Madani Investama, dan PT Global Itqon Semesta.

Kemudian, enam perusahaan lainnya merupakan turunan dari PT Global Wakaf Corpora, yaitu PT Trihamas Finance Syariah, PT Hidro Perdana Retalindo, PT Agro Wakaf Corpora, PT Trading Wakaf Corpora, PT Digital Wakaf Ventura, dan PT Media Filantropi Global.

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan empat petinggi ACT sebagai tersangka penyelewengan dana santunan korban jatuhnya pesawat Lion Air.

Empat petinggi ACT tersebut yakni Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin. Dua tersangka lainnya yakni Senior Vice President dan Anggota Dewan Presidium ACT Hariyana Hermain dan Ketua Dewan Pembina ACT Novariadi Imam Akbari.

Baca Juga :   Penyelewengan Dana ACT, Ahyudin Diperiksa Lagi

Polisi menjerat empat tersangka dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mereka erancam hukuman 20 tahun penjara. “Kalau TPPU sampai 20 tahun,” kata Wadirtipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Selain itu, keempatnya dikenakan juga Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini merujuk Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP.

Selanjutnya, keeempat tersangka juga disangkakan Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kemudian, Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.

Baca Juga :   Imbas Penyelewengan ACT, Warga Diimbau Bijak Berdonasi

Bareskrim Polri telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan penyelewengan dana kompensasi oleh ACT bagi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menuturkan, penyalahgunaan dana bagi ahli waris korban pesawat tersebut dilakukan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Ibnu Khajar yang merupakan Presiden ACT saat ini.

“Bahwa pengurus Yayasan ACT dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi,” jelas Ramadhan.

Dia menyebut, dana kompensasi yang diberikan Lion Air ada dua jenis, yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban, masing-masing sebesar 144.500 dolar AS, atau setara dengan Rp2.066.350.000. Serta bantuan non tunai dalam bentuk dana sosial sebesar 144.500 dolar AS, atau setara dengan Rp2.066.350.000.

Baca Juga :   Kemensos Panggil Petinggi ACT Buntut Gaduh Isu Penyelewengan Donasi

Dana tersebut ditengarai digunakan oleh petinggi ACT untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti gaji dan sejumlah fasilitas.

“Kedua pengurus ACT tersebut tidak pernah mengikutsertakan pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial dan tidak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana sosial tersebut yang merupakan tanggung jawabnya,” tutur Ramadhan.

ACT, lanjut dia, menerima total dana CSR sebesar Rp138 milyar yang semestinya harus disalurkan kepada ahli waris dari korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610.

Namun, ACT memanfaatkan peluang pengelolaan dana karena ahli waris tidak dapat mengelola secara langsung. Sehingga, merekomendasikan lembaganya sendiri kepada Boeing untuk menyalurkan penggunaan dana CSR. Setelah pihak Boeing menunjuk ACT untuk mengelola dana sosial tersebut, pihak Yayasan ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterimanya kepada ahli waris korban. Termasuk nilai serta perkembangan pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan ACT. (pia)

MIXADVERT JASAPRO