Varian Baru Corona Muncul di India

JagatBisnis.com – Pandemi COVID-19 masih terus berkembang di dunia. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya pertambahan kasus, bahkan masih terus ditemukan berbagai subvarian baru yang memiliki karakteristiknya tersendiri.

Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan jika sebelumnya India menjadi negara yang pertama kali melaporkan varian Delta, kini India kembali melaporkan subvarian baru BA.2.75. Subvarian ini disebut “Centaurus” oleh sebagian pihak.

“India kita kenal sebagai negara yang pertama kali melaporkan varian Delta yang kemudian nyaris meluluh lantakkan dunia kesehatan. Kini India kembali melaporkan subvarian baru, yaitu BA.2.75 yang oleh sebagian pihak disebut sebagai “Centaurus”, tentu belum nama resmi,” Ungkap Prof Tjandra melalui pesan singkat, Senin (11/7).

Berdasarkan laporan dari badan ilmiah ‘Indian SARS-CoV-2 Consortium on Genomics (INSACOG)’, subvarian BA.2 lebih mendominasi di India. Dibandingkan dengan subvarian BA.4 dan BA.5 yang kini mendominasi beberapa negara di dunia.

Baca Juga :   Subvarian Omicron Terbaru Ditemukan Dikenal Centaurus

Prof Tjandra menyatakan di India kasus BA.4 dan BA.5 hanya sebanyak 10%. Sedangkan pada kasus BA2.38 ditemukan pada 30% sampelnya. Varian ini masih misterius.

“Badan ilmiah di India yaitu Indian SARS-CoV-2 Consortium on Genomics (INSACOG), pada akhir minggu yang lalu melaporkan bahwa di negara itu BA.2 yang kini mendominasi. Di India BA.4 dan BA.5 hanya ditemukan pada kurang dari 10% sampel mereka, sementara BA2.38 ada pada 30% sampelnya,” katanya.

Meskipun masih belum ada penemuan lebih lanjut mengenai penularan dan dampak yang diberikan dari subvarian BA.2.75 ini, tetapi varian ini telah menyebar ke 10 negara. Penyebarannya juga tergolong cepat hampir seperti varian Delta.

Baca Juga :   Subvarian Omicron Terbaru Ditemukan Dikenal Centaurus

“Hanya sejak dari India maka kini kasus sudah menyebar ke 10 negara, penyebaran yang cukup cepat yang mengingatkan kita seperti varian Delta yang lalu,” jelas Prof Tjandra.

Lebih lanjut, Prof Tjandra menjelaskan bahwa tak hanya subvarian Centaurus (BA.2.75), muncul juga subvarian lainnya yaitu BA.5.3.1 atau yang disebut “Bad Ned”.

Disebut Bad Ned karena adanya mutasi pada N:E136D. Subvarian ini juga perlu menjadi perhatian dunia khususnya WHO.

“Selain BA.2.75 yang memang sudah dalam monitoring WHO maka ada juga sub varian lain yang perlu dapat perhatian, antaranya adalah BA.5.3.1 yang disebut juga sebagai “Bad Ned” karena ada mutasi pada N:E136D,” jelasnya.

Baca Juga :   Subvarian Omicron Terbaru Ditemukan Dikenal Centaurus

Diketahui bahwa Otoritas kesehatan Shanghai telah mendeteksi subvarian Bad Ned di Pudong, Shanghai, pada Minggu (10/7).

“Otoritas kesehatan Shanghai kemarin (10 Juli) juga menyebut tentang BA.5.2.1 yang terdeteksi di Pudong, Shanghai,” ungkap Prof Tjandra.

Munculnya berbagai subvarian baru seperti Centaurus dan Bad Net ini seharusnya menyadarkan seluruh masyarakat bahwa pandemi COVID-19 masih ada dan terus berkembang.

Sehingga saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk lalai dan mengabaikan penggunaan protokol kesehatan, khususnya masker.

“Semua perkembangan ini membuat kita perlu waspada. Kita berbesar hati dengan arahan Presiden Jokowi pada saat Idul Adha bahwa baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan memakai masker adalah masih sebuah keharusan,” tutup Prof Tjandra. (pia)

MIXADVERT JASAPRO