KTN Harus Mampu Mencegah dan Melawan Radikalisme

JagatBisnis.com – Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) diharapkan bisa menjadi contoh nyata hadirnya negara dalam mencegah dan melawan radikalisme. Karena di dalam KTN ini melibatkan banyak pihak. Mengingat terorisme adalah musuh negara, maka negara harus hadir dan semua pihak harus dilibatkan. Hal ini dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar, Rabu (6/7/2022).

Dia menjelaskan, pemilihan wilayah Garut di Jawa Barat menjadi salah satu lokasi pembangunan KTN adalah untuk menekan potensi yang mungkin saja muncul. Sehingga program seperti ini disiapkan untuk membangun kewaspadaan bersama terhadap radikalisme terorisme. Maka, dengan kehadiran KTN Garut diharapkan semua pihak dapat merasakan manfaatnya terutama bagi para mitra derad atau mantan narapidana terorisme (napiter), agar dapat berbaur serta diterima dengan baik oleh masyarakat umum.

“Dengan KTN ini, proses reintegrasi mitra dengan masyarakat dapat berjalan dengan baik. Sehingga mereka diterima baik oleh masyarakat umum,” tegas Boy Rafli.

Sementara itu, Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Iswadi mengapresiasi terobosan yang dilakukan Kepala BNPT Boy Rafli Amar melalui Soft Opening KTN seluas 10 hektare di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (2/7/2022) lalu. Sebelumnya kata Iswadi, BNPT juga sukses menggelar soft launching KTN di Turen (Jawa Timur) dan Sumbawa (Nusa Tenggara Barat-NTB).

“KTN Garut merupakan bentuk nyata negara hadir untuk mencegah dan melawan Radikalisme, jika program tersebut dapat berjalan dengan baik dan terukur diharapkan dapat mengurangi angka terorisme di Indonesia,” ucap Iswadi.

Menurut Iswandi, masalah radikalisme dan terorisme saat ini sudah marak terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia. Pengaruh radikalisme yang merupakan suatu pemahaman baru yang dibuat-buat oleh pihak tertentu, seperti agama, sosial, dan politik, seakan menjadi semakin rumit karena berbaur dengan tindak terorisme yang cenderung melibatkan tindak kekerasan.

“Berbagai tindakan teror yang tak jarang memakan korban jiwa seakan menjadi cara dan senjata utama bagi para pelaku radikal dalam menyampaikan pemahaman mereka dalam upaya untuk mencapai sebuah perubahan,” pungkasnya. (*/esa)

MIXADVERT JASAPRO