Penurunan Muka Tanah Mengancam Sejumlah Wilayah di Indonesia

JagatBisnis.com-Fenomena ancaman penurunan muka tahah di Indonesia, dinilai sebagai dampak dari perubahan iklim yang terjadi. Sehingga hal ini patut menjadi perhatian agar dampaknya bisa dinimimalisir. Wilayah pesisir menjadi kawasan yang paling dekat merasakan imbasnya. Apalagi, deru air laut lambat laun terus menggerus daratan hingga dapat menenggelamkan permukiman demi permukiman.

Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rita Susilawati menjelaskan penurunan penurunan muka tanah dapat disebabkan dua faktor. Pertama, faktor alam, seperti karakter atau sifat khas tanah tertentu, misalnya tanah lempung yang berasal dari lingkungan rawa yang bersifat lunak.

“Sehingga hal tersebut masih memungkinkan untuk terus memadat seiring waktu. Penurunan tanah akibat pemadatan alamiah dikenal sebagai konsolidasi atau kompaksi alamiah. Selain itu, kondisi tektonik yang berkaitan dengan dinamika aktivitas geologi secara regional yang menyebabkan tanah menjadi labil,” katanya, Minggu (5/6/2022).

Baca Juga :   Upaya Pemerintah Kejar Target EBT 23 Persen di 2025

Faktor kedua, lanjutnya, faktor non alamiah akibat aktivitas manusia. Misalnya, pengambilan air tanah yang berlebihan melebihi kemampuan daya suplai lapisan air. Selain itu, pembebanan bangunan juga menyebabkan permukaan tanah atau beban bangunan yang melebihi kapasitas daya dukung tanah pondasinya.

Baca Juga :   Indonesia Impor Listrik Malaysia 100-120 MW pada 2020

“Untuk itu, pemerintah dalam hal ini telah melakukan berbagai langkah mitigasi dalam mengatasi penurunan muka tanah. Pertama, pemerintah telah melakukan monitoring untuk mengetahui bagaimana pola dan sebaran dari penurunan tersebut. Sehingga diketahui perbandingan mana yang akan lebih cepat mengalami penurunan antara lokasi satu ke lokasi yang lain,” paparnya.

Kedua, terangnya dia, membuat hunian yang bisa beradaptasi dengan efek lanjutan penurunan tanah, seperti genangan air baik dari banjir ataupun rob. Misalnya, merencanakan desain bangunan yang fleksibel dengan efek penurunan tanah. Karena secara komunal sebaiknya merencanakan membuat benteng untuk melindungi dari ancaman rob dekat pesisir pantai misalnya dengan tanggul laut. Juga dengan membangun sistim pemompaan.

Baca Juga :   Ini Alasan Pemerintah Cabut 2.270 IUP

“Jika penyebab utamanya adalah faktor non alamiah, kami telah membuat kebijakan dalam eksploitasi pengambilan air tanah. Diantaranya, membuat batasan maksimal pengambilan debit air tanah harian yang diperbolehkan agar tidak mengganggu kesetimbangan pada lapisan air di dalam tanah. Maka, kami tidak mengizinkan pengambilan air tanah jika terindikasi lokasi tersebut pada kondisi kritis atau lapisan air perlu segera di konservasi,” pungkasnya. (*/esa)

MIXADVERT JASAPRO